AKIDAH

Jika Kebaikan Itu Masih Sulit Menghampiri Kita

Setiap manusia selalu berusaha menggapai sebuah kebaikan, kebaikan diseluruh sisi kehidupannya, bahkan dari mulai usaha sampai doapun tak luput selalu ada disetiap saat baik untuk diri keluarga juga saudara yang lainnya.

Namun terkadang masih saja ada diantara doa doa kita belum di ijabah, usaha menuju perbaikan juga belum terwujud, kehidupan masih terasa sulit, bahkan terasa masih jauh dari pertolongan Allah Ta’ala. Kalau sampai pada hari ini tiada satupun kebaikan yang menghampiri kita bisa jadi banyaknya gelimangan dosa yang masih dipelihara

Allah Ta’ala, berfirman:

مَّآ أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَآ أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَّفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفٰى بِاللَّهِ شَهِيدًا

“Kebajikan apa pun yang kamu peroleh adalah dari sisi Allah dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu (Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi.” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 79)

Diayat yang lain Allah Ta’ala, berfirman:

وَمَآ أَصٰبَكُمْ مِّنْ مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَنْ كَثِيرٍ

“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura 42: Ayat 30)

Ukuran kebaikan seseorang terkadang tak lebih dari sekedar urusan sejahtera atau tidak, kaya atau punya kedudukan, tak pernah mereka terbayang bahwa kebaikan itu adalah berupa rahmat dan keberkahan dari Allah Ta’ala.

Tentu saja jika ukuran adalah seperti itu maka tidak kemungkinan kecenderungan berbuat dosa dan maksiatpun akan dilakukan, padahal kita tahu bahwa keburukan, kemaksiatan dan dosa yang dilakukan oleh seseorang dapat berpengaruh terhadap datangnya Rahmat dan keberkahan yang Allah Ta’ala berikan kepadanya. Allah Ta’ala bahkan akan menahan segala bentuk permohonan berupa kebaikan hidup mereka.

Ibnul Qayyim rahimahullah memaparkan, “Sedikitnya taufik (pertolongan dari Allah), rusaknya pemikiran, tersamarnya kebenaran, rusaknya isi hati, tidak membekasnya bacaan zikir yang dibaca, perjalanan waktu yang tersia-siakan, ketidaksukaan dan kepergian teman, perasaan hampa dan sempit pada diri seorang hamba di hadapan Rabbnya, terhambatnya pengabulan doa, hati yang keras, tercabutnya keberkahan dalam urusan rezeki dan umur, terhalang mendapatkan ilmu, terselimuti dengan kehinaan dan kerendahan karena tekanan musuh, perasaan sempit dada, tertimpa musibah berupa dikelilingi oleh teman-teman dekat yang jelek sehingga merusakkan isi hati dan membuang-buang waktu, kesedihan dan gundah gulana yang berkepanjangan, penghidupan yang sempit dan tertutupnya kemampuan untuk memperbaiki keadaan diri, itu semua terlahir dari kemaksiatan dan kelalaian untuk mengingat Allah. [Itulah dampak kemaksiatan] Sebagaimana halnya tanaman yang tumbuh dari dalam genangan air, atau seperti panas yang membakar dari sebuah nyala api. Sedangkan hal-hal yang menjadi lawan dari itu semua akan muncul dari ketaatan.” (Al Fawa’id, hal. 35-36).

Allah Ta’ala, berfirman:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فٰسِقُونَ

“Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka) dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima Kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.” (QS. Al-Hadid 57: Ayat 16)

Apakah belum tiba waktunya bagi kita untuk mengisi hari-hari kita dengan bacaan al-Qur’an dan mentadabburinya? Apakah belum tiba waktunya bagi kita untuk tunduk secara total mengikuti keindahan ajaran syari’at-Nya? Ataukah kita akan membiarkan hati ini mengeras tanpa siraman ayat-ayat-Nya dan panduan ajaran Nabi-Nya?

Wallahu a’lam

Abu Miqdam
Komunitas Akhlaq Mulia

Artikel Terkait

Back to top button