OPINI

Merindukan Pemimpin Berkarakter

Kepemimpinan adalah amanah. Setiap pemimpin – yang memikul amanah – akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Sang Khalik di akhirat kelak. Rasulullah Saw bersabda, ”Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Pemerintah adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya …”(Muttafaq ’Alaih).

Mengingat besarnya tanggung jawab seorang pemimpin, Umar bin Khatab ra. (seorang pemimpin yang adil) berkata, ”Seandainya seekor baghlah (hasil perkawinan silang himar dan kuda) terperosok di Irak, maka aku menganggap dirikulah yang harus bertanggung jawab atasnya di hadapan Allah; mengapa aku tidak meratakan jalan untuknya?” Beliau menggambarkan besarnya tanggung jawab dengan sebuah ungkapan, ”Saya senang jika dapat keluar dari dunia ini dengan impas; tidak mendapat pahala dan tidak mendapat dosa.”

Berdasarkan hal itu, kepemimpinan lebih ditempatkan dalam konteks tanggung jawab (taklif) ketimbang sebagai penghormatan (tasyrif). Dengan demikian ia dituntut agar dapat menunaikan tugas dan perannya seoptimal mungkin.

Menjadi seorang pemimpin, apalagi memimpin sebuah negara, bukanlah perkara mudah. Semakin kompleks manusia serta wilayah kepemimpinannya maka semakin berat syarat yang dibutuhkan untuk bisa memikul tanggung jawab kepemimpinan tersebut. Syarat menjadi ketua RT tentulah lebih simpel dan ringan dibandingkan syarat untuk menjadi lurah, begitu seterusnya untuk level kepemimpinan yang lebih tinggi, seperti camat, walikota/bupati hingga presiden.

Dalam konteks Indonesia yang merupakan negara berpenduduk terbesar keempat di dunia yang memiliki kompleksitas etnis, ras, budaya serta kondisi geografis tentunya mensyaratkan seorang pemimpin nasional yang berkarakter dan berintegritas. Selain itu, fakta bahwa mayoritas penduduk negeri ini muslim juga harus menjadi pertimbangan khusus dalam memilih pemimpin negeri khatulistiwa ini.

Adapun kriteria menjadi pemimpin antara lain memiliki fisik yang sehat, mental yang matang dan kesalehan personal. Dia juga harus berkarakter adil, kuat, amanah, jujur, cerdas,

Kompetensi lainnya yang dibutuhkan adalah berkarakter imam (memimpin, mengasuh, menenangkan, menyempurnakan, memberi petunjuk), amir (mampu memberi perintah, mengagumkan/kharismatis), waliy (mampu dekat, akrab, dan mampu menarik loyalitas), qadah (mampu memandu, menunjukkan jalan), dan naqib (mampu memahami permasalahan, membuat kemaslahatan bagi orang banyak). komunikatif, berwawasan luas, dan tidak tersangkut KKN atau kasus asusila.

Contoh ideal pemimpin seperti yang disyaratkan di atas adalah Nabi Muhammad Saw. Beliau tidak hanya berperan sebagai tokoh spiritual, tetapi juga sebagai guru/konselor, panglima perang, kepala negara, arsitek peradaban, suami dan ayah teladan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika seorang Michael H. Hart, pengarang “The 100 : A Ranking of The Most Influential Persons in History”, menempatkan Nabi Muhammad di peringkat pertama manusia yang paling berpengaruh dalam sejarah. Di bawah beliau tercantum nama Isaac Newton (peringkat dua), Yesus (peringkat tiga), Siddharta Gautama (peringkat empat) dan Kong Hu Cu (peringkat lima), dan masih banyak tokoh dunia lainnya.

Persyaratan kepemimpinan berikutnya adalah harus menguasai dasar-dasar syariah dan taat pada Allah Swt. Dia juga harus memahami Islam dalam konteks keislaman dan keindonesiaan karena Indonesia negara berpenduduk muslim terbesar di dunia (207 juta jiwa). Salah satu “PR” yang menunggu peran aktif Indonesia adalah penyelesaian konflik Palestina dengan Israel yang belum kunjung usai.

Sebagai pemimpin sebuah negara besar yang begitu kompleks penduduk dan permasalahannya maka harus hadir pemimpin yang memiliki visi Indonesia baru yang jauh ke depan. dan memahami dinamika daerah serta visi internasional. Saat ini Indonesia sangat diharapkan bisa lebih berperan dalam membantu menyelesaikan persoalan-persoalan di kawasan regional dan internasional, seperti konflik di ASEAN dan Timur Tengah.

Pemimpin yang mumpuni harus paham dan menguasai persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa (pengangguran, kemiskinan, krisis ekonomi global, lingkungan hidup, dan sebagainya). Di sektor ekonomi dia juga harus mampu menyeimbangkan antara peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan.

Sebagai seorang yang cerdas dia juga bisa mengambil keputusan secara cepat dan tepat serta akurat (decisive). Selain itu mampu menjalankan keputusan dan mengelola perubahan secara sistemik. Last but not least, dia juga harus mendapatkan dukungan dan diterima publik (legitimate) lewat mekanisme pemilihan presiden yang berlangsung langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (LUBER JURDIL). Semoga. Wallahu a’lam bish shawab.

Hamdi, S.Sos
Anggota Forum Akselerasi Masyarakat Madani Indonesia (FAMMI), tinggal di Depok.

Artikel Terkait

Back to top button