LAPORAN KHUSUS
Trending

New Zealand, Nikmat Allah Mana Lagi yang Kalian Dustakan?

Story Highlights
  • Teringat saat survey, Bapak Tantowi Yahya, Dubes Indonesia di NZ mengatakan, NZ mendapatkan predikat negara terdamai di dunia. Bahkan mendapat julukan negara paling Islami.

Ramah. Damai. Tenang. Aman. Tentram. Sejuk dan jernih. Begitulah yang kami rasakan selama satu pekan di New Zealand (NZ).

Hanya dua kota yang kami kunjungi, Auckland dan Wellington. Sebelum survey, Christchurch yang terletak di pulau selatan masuk dalam daftar kota yang akan kami kunjungi. Namun saat survey akhirnya kami memutuskan untuk melakukan research dan syiar Islam di pulau utara saja karena pulau selatan sangat jauh. Jarak dari Auckland-Wellington saja dalam satu pulau membutuhkan waktu tempuh kurang lebih 12 jam perjalanan darat. Memilih kendaraan pesawat terbang tidak mungkin kami lakukan karena jumlah kami sangat banyak, 113 orang.

Tempat pertama yang kami cari adalah masjid. Karena disitulah tempat teraman bagi kami untuk menginap. Selama di Auckland kami menginap di Masjid Al Maqtum, dan Masjid Kilbirnie saat di Wellington. Perkembangan Islam di NZ cukup bagus. Terbukti dengan mudahnya kami menemukan masjid. Komunitas muslim juga banyak ditemukan. Mereka bisa dengan bebas dan nyaman melakukan aktivitas dalam komunitas muslim. Muslim Indonesia pun merasakan semakin betah tinggal di sana.

Menjelang keberangkatan ke NZ cukup membuat saya gerogi. Bahkan takut. Padahal ini bukan pertama kali perjalanan ke luar negeri. Tapi sepanjang pengalaman saya ke luar negeri, NZ merupakan salah satu negara yang memiliki peraturan yang sangat ketat bagi pengunjung dari negara lain bahkan bagi warga mereka sendiri yang baru pulang dari negara lain.

Banyak aturan yang tidak boleh dibawa ataupun dilakukan di sana. Seperti membawa makanan jenis tertentu, buah-buahan, sepatu kotor, dan lain-lain. Semua itu harus dibuang terlebih dahulu dan sepatu kotor harus dicuci sebelum keluar dari bandara. Empat juta rupiah akan melayang jika tidak mentaati peraturan.

Saat tiba di bandara Auckland, ternyata tidak seperti yang saya bayangkan. Setahu saya petugas imigrasi biasanya terlihat serius. Suasana tegang saat dicek petugas. Tapi, di NZ senyum dan sapa adalah nomor satu. Awalnya saya sangat tegang. Keluar keringat dingin. Khawatir bawa perbekalan yang dilarang meskipun sudah disortir dan ‘say good bye‘ pada empat juta. Terlebih lagi saat itu saya hanya berdua dengan seorang siswa yang visanya terlambat keluar. Emosi semakin bergejolak. Grogi. Yup, rombongan sudah berangkat lebih dulu. Saya ditinggal di Bali selama dua hari hingga visa siswa saya keluar. Yang saya lakukan hanya pasrah. Dan setiap langkah dari counter ke counter hanya mengandalkan kalimat-kalimat sakti ini,
What should I do next?”.
“Where should I go now?”.
“Is it ok if I bring this one?”

Sambil mengeluarkan satu persatu barang yang ada di tas. Sambil lutut bergetar juga tentunya. Berharap semua yang saya bawa lolos.

“Ya Allah, kutitipkan pada Mu untuk menjadi agen perjalananku ini. NZ juga bumi Engkau ya Allah. Nothing to worry about for me“. Itu yang selalu saya ucapkan dalam hati. Para petugas pun membantu dan melayani kami dengan ramah dan mengatakan kalimat yang menenangkan
“Don’t worry. It’s ok to bring these all things”.

It’s very easy, Madam. No worry”. Sambil dibubuhi juga senyuman yang manis…hhhhh…sungguh menenangkan.

Tidak lama setelah melewati proses ‘declare‘ di imigrasi kami langsung mencari bandara penerbangan domestik untuk melanjutkan perjalanan ke Wellington, karena rombongan sudah berada di sana. Menanti kami di Te Papa Museum. Lagi-lagi saya mengeluarkan kalimat andalan. Dan petugas lagi-lagi menenangkan hati.


Te Papa Museum, Wellington.

“Don’t worry, Mam. You just follow the green line. You can bring this map. It’s very easy. If you find any difficulties, go back here and I’ll accompany you there”.
“My God, it seems i’m not in a strange country.”
Ya, ini bumi Allah juga. It’s easy. No worry about.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button