AKHLAK

Waktu Menyendiri

Pernahkah kita selama dalam hidup melakukannya, mengambil waktu waktu khusus yang telah Allah Ta’ala sediakan. Dan waktu itu adalah ketika bersimpuh menyendiri di atas sajadah.

Jangan sampai waktu yang begitu panjang sepanjang usia kita namun tak ada sedetikpun yang dipakai untuk menyendiri, sebuah waktu sejenak yang teramat mahal bagi seorang hamba disisi Allah Ta’ala.

Waktu menyendiri adalah dimana saat seorang hamba mampu melakukan instropeksi (muhasabah) atas seluruh perjalanan hidup yang telah dilaluinya dan yang akan dilaluinya kedepan, kalau kekayaan harta kita pandai menghitungnya maka kebaikan dan amal sholih juga kekayaan yang wajib diperhitungkan, apakah lebih banyak atau sedikit.

Muhasabah merupakan bagian dari cara mengantarkan seseorang kepada pertaubatan, yaitu di awali dengan memasuki gerbang penyesalan. Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

النَّدَامَةُ تَوْبَةٌ

“Menyesal adalah taubat.” (HR.Ibnu Majah)

Sesungguhnya buah manis dari muhasabah adalah bentuk hidayah taubat yang Allah Ta’ala sediakan bagi hambaNya. Ketika seseorang melakukan muhasabah maka akan tampak jelas di hadapannya atas dosa-dosa yang dilakukan. Bagaimana mungkin seorang anak cucu Adam dapat melihat dosa dan aibnya tanpa melakukan muhasabah?.

Niatkan barang sejenak untuk merenungkan diri, orang yang selalu melakukan muhasabah akan mendorong dirinya sendiri untuk banyak melakukan perbaikan, semangat ibadah yang tinggi, yang di antaranya diupayakan dengan bersegera melakukan kebaikan-kebaikan.

Allah Ta’ala, berfirman:

فَاسْتَجَبْنَا لَهُۥ وَوَهَبْنَا لَهُۥ يَحْيٰى وَأَصْلَحْنَا لَهُۥ زَوْجَهُۥٓ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا يُسٰرِعُونَ فِى الْخَيْرٰتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا لَنَا خٰشِعِينَ

“Maka Kami kabulkan (doa)nya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya, dan Kami jadikan istrinya (dapat mengandung). Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya 21: Ayat 90)

Begitu banyak waktu luang yang bisa kita manfaatkan disetiap kesempatan, karena semakin sering kita melakukannya maka peluang mengoreksi diri terhadap banyaknya kelalaian semakin besar, dan orang yang selalu bermuhasabah, akan selalu berusaha untuk memperbanyak amal kebaikan, ini dilakukan karena ia menyadari, selama ini, ia telah mensia-siakan waktu dengan melakukan hal yang tidak bermanfaat.

Allah Ta’ala, berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ

“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman,” (QS. Al-Mu’minun 23: Ayat 1)

الَّذِينَ هُمْ فِى صَلَاتِهِمْ خٰشِعُونَ

“(yaitu) orang yang khusyuk dalam sholatnya,” (QS. Al-Mu’minun 23: Ayat 2)

وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ

“dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna,” (QS. Al-Mu’minun 23: Ayat 3)

Dan aspek yang tidak kalah penting dalam bermuhasabah adalah aspek kehidupan sosial, yakni hubungan kita dengan sesama manusia. Karena hubungan kita dengan sesama manusia memegang peranan sangat penting.

Bisa jadi selama ini tingkah laku dan perbuatan kita banyak mendzholimi orang lain, termasuk kepada kedua orangtua, suami/istri, anak anak, saudara dan kerabat lainnya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

“Apakah kalian tahu siapa muflis (orang yang pailit) itu? ”Para sahabat menjawab, ”Muflis (orang yang pailit) itu adalah yang tidak mempunyai dirham maupun harta benda.” Tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Muflis (orang yang pailit) dari umatku ialah, orang yang datang pada hari Kiamat membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun (ketika di dunia) dia telah mencaci dan (salah) menuduh orang lain, makan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain (tanpa hak). Maka orang-orang itu akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya. Jika telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka akan ditimpakan kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka” (HR. Muslim).

Begitu berbahagianya seseorang yang mampu melakukan muhasabah, mengambil sedikit waktu untuk sesuatu yang besar, intropeksi diri akan segala kesalahan dan dosa yang dilakukannya untuk kemudian bertaubat dan selanjutnya melakukan banyak amal kebaikan sebagai bekal kelak ketika tidak ada lagi amal yang ada tinggal hari pengadilan, yaitu yaumul hisab.

Wallahu a’lam

Abu Miqdam
Komunitas Akhlaq Mulia

Artikel Terkait

Back to top button