DAERAH

Aboge, Mengawali Puasa Bareng tapi Lebaran Sabtu

Banyumas (SI Online) – Kendati memulai puasa bersamaan dengan yang ditetapkan Pemerintah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, Kamis (17 Mei 2018), namun ketika berlebaran, Islam Kejawen Alif Rebo Wage (Aboge) tetap saja berbeda.

Pengikut aliran kejawen ini, terbesar di Kabupaten Banyumas, dan Kabupaten Purbalingga, memiliki dasar perhitungan tersendiri; baru melaksanakan Shalat Idul Fitri Sabtu (16 Juni 2018) pagi tadi.

Sumitro, sesepuh yang menjadi juru bicara Kasepuhan adat Bonokeling, kepada wartawan mengungkap keputusan penetapanj Hari Raya Idul Fitri tahun ini pada haris Sabtu (16 Juni 2018), yaitu sehari setelan yang ditetapkan Pemerintah (dalam hal ini Kementerian Agama) maupun Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, kerena memang sudah sesuai meurut perhitungan kalender aliran kejawen Alif Rebo Wage (Aboge). Tahun 2018 merupakan tahun Dal, dengan berpuasa genap 30 hari dan 1 Syawal jatuh pada hari Sabtu 16 Juni 2018.

Terpisah, Kyai Sudi Maksudi—sesepuh Aboge Onje di Purbalingga mengungkap, dalam perhitgungan kalender Aboge, dalam setiap delapan tahun (sewindu), akan terjadi kesamaan dengan perhitungan yang menggunakan sistem kalender Qomariah (perputaran Bulan). Seperti yang terjadi tahun ini, memulai puasa Kamis (17 Mei 2018) sama dengan penetapan Pemerintah. “Persamaan penetapan itu, agaknya karena kebetulan saja,” ungkapnya.

Lebih lanjut Kyai Maksudi mengungkap dalam perhitungan kalender Jawa yang digunakan penganut aliran Aboge, awal puasa Ramadhan tahun ini adalah hari Kamis Pahing (17 Mei 2018). Rumus perhitungan yang digunakan untuk menetapkan, yaitu do-nem-ro / sa-nem-ro; yaitu awal Ramadhan / Puasa jatuh pada hari ke enam atau Kamis dengan hari pasaran ke dua atau Pahing.

Setelah awal puasa yang dapat berbarengan dengan penetapan Pemerintah, namun ketika menepatkan Lebaran menemui hasil perhitungan berbeda. Hari Lebaran tersebut dihitung dengahn menggunakan rumusan Wa Syawal Siji Loro. 1 Syawal jatuh pada hari Sabtu atau hari pertama (siji) dengan pasaran ke dua (loro) atau Pahing.

Dalam perhirtungan tahun Aboge, setiap delapan tahun (sewindu) akan terdapat pengulangan. Tahun tersebut terdiri dari delapan yaitu Alif, Ha, Jim Awal, Za/Je, Dal, Ba/Be, Wawu dan Jim Akhir. Dalam setahun terdiri dari 12 buklan dan satu bulan terdiri 29-30 hari, dalam satu tahun terdiri 354 hari, dengan lima hari pasaran yaitu; Pon, Wage, Kliwon, Legi / Manis dan Pahing.

Perhitungan tahun pertanma dimulai dari Alif awal perhuitungan jatuh pada hari Rabu Wage (Aboge), Tahun ke dua Ha (Hengadpon) awal perhitungan dimulai dari Ahad Pon, Tahun ketiga adalah Jim Awal, awal perhitungan darei Jumat Pon (Jimatpon), Tahun Za / Je yaitu ndengan awal perhitungan dari Selasa Pahing (Jesahing), tahun Dal dengan awal perhitungan dari Sabtu Legi (Daltugi), tahun Ba/Be awal perhitungan dari Kamis Legi (Bemisgi), Tahun Wawu awal perhhoitungan dari Senin Kliwon (Wanenwon) dan Tahun Jim Akhir mulai perhitungan dari Jumat Wage (Jumage).

“Tahun ini, merupakan tahun Dal dengan awal perhitungan dari hari Sabtu dengan pasaran Manis/Legi, sehingga disebut Daltugi,” kata Kyai Sudi Maksudi, dengan menyebut rumusan kalender dangan perhitungan penanggalan Jawa, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Aboge ini. Perhitungan ini, sudah ada sejak zaman Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Patonotogomo Molana Mataram pada Abad ke 16. Perhitungan kalrender rumusan Jawa ini kemudian disebarkan oleh Raden Sayyid Kuning, dan hingga saat ini masih dipertahankan oleh para pengikutnya di Onje Kabupaten Purbalingga dan di Desa Pakuncen Jatilawang Kabupaten Banyumas dikenal sebagai pengikut Bonokeling.

Dalam memperingati Idul Fitri, pengikut Islam Kejawen Aboge ini, tidak berbeda dengan pemeluk Islam pada umumnya. Yaitu setelah melaksanakan Shalat Idul Fitri di masjid maupun di lapangan, kemudian terdapat adat ngabekten (saling memaafkan dari yang tua kepada yang muda atau sebaliknya).

Adat tersebut berlanjut dengan berziarah ke makam leluhur. Di Desa Onje, Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga, makam yang diziarahi adalah makam Sayid Kuning. Pengikut aliran kejawen Aboge setempat, meyakini berasal dari Trah Sayid Kuning. Sedang di desa Pakuncen Jatilawang Kabupaten Banyumas, meyakini berasal dari Trah Bonokeling, ziarah makam pada saat Idul Fitri dilakukan ke makam penembahan Bonokeling.

Rep: Muhammad Halwanh/dbs.

Artikel Terkait

Back to top button