SUARA PEMBACA

Agenda Moderasi di Balik Toleransi Baha’i

Moderasi beragama tampaknya masih akan mengarus dalam waktu yang panjang. Di tengah wabah pandemi, ide rusak ini justru dipaksakan masuk ke dalam ruang pemikiran umat. Alih-alih mendekat pada Allah agar ke luar dari musibah, umat malah berputar di lingkaran masalah yang tak berkesudahan.

Proyek moderasi beragama ini bukan perkara baru, ia termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020—2024. Bahkan pada KTT Islam tiga tahun lalu, Indonesia bertekad menjadi poros moderasi Islam dunia. Mentri Agama juga menyatakan bahwa 2021 harus menjadi tahun implementasi moderasi beragama di Indonesia.

Maka dialog antar agama serta sosialisasi ide terus menerus disuarakan, agar terdengar dan diadopsi oleh semua kalangan. Proyek ini pun menyasar buku-buku yang berisi ide khilafah dan jihad, dikuliti, sebab dianggap berbahaya, mengusung Islam garis keras. Tentu hal ini sangat berbahaya, tatkala ide kufur disebarkan oleh penguasa dan dijadikan sebagai sebuah kebijakan.

Dari Abu Umamah Al Bahili, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tali ikatan Islam akan putus seutas demi seutas. Setiap kali terputus, manusia bergantung pada tali berikutnya. Yang paling awal terputus adalah hukumnya (pemerintahan), dan yang terakhir adalah salat.” (HR. Ahmad 5: 251)

Sungguh hari-hari belakangan ini kita saksikan tali itu terburai di setiap utasnya. Tampak nyata adanya ketakutan akan gelombang kebangkitan umat yang akan mengembalikan hukum Ilahi. Sebab jika syariat Islam diterapkan, maka putuslah harapan para kapital menangguk keuntungan pribadi.

Proyek moderasi yang digadang-gadang  sebagai solusi bagi seluruh permasalahan umat, seolah menjadi tumpuan harapan untuk memajukan Islam ke kancah internasional, dengan menjadikan Islam versi baru yang lebih kekinian dan toleran. Islam zaman old dianggap usang dan tidak tolerir terhadap berbagai keberagaman.

Maka tidak heran jika video ucapan selamat hari raya dari Bapak Mentri pada kelompok Baha’i, menimbulkan reaksi. Kejadian itu telah menorehkan luka pada tubuh Islam. Bahkan meski diperkuat dengan pernyataan seorang tokoh bahwa Baha’i tidak melakukan penyimpangan terhadap ajaran Islam, namun MUI Jawa Barat telah memfatwakan bahwa mereka sesat.

Kelompok ini memiliki ritual yang mirip salat dan puasanya kaum muslim. Tetapi diubah dengan 9 rakaat saja untuk sehari semalam. Puasa Ramadan pun hanya 19 hari. Mereka juga mengubah arah kiblat, mengharamkan jihad, menggugurkan hudud, menghalalkan riba, menyamakan hak pria dan wanita dalam hukum waris.

Karya tulis mereka dianggap sebagai wahyu, mereka pun mengajak orang untuk beriman pada agama mereka, mengingkari Rasulullah sebagai khataman nabiyin dan menasakh Al-Qur’an. Modifikasi salat, puasa dan kiblat ke Kota Akha di Palestina, menunjukkan pemikiran pendirinya yang gado-gado.

Ajaran Hindu yang meyakini reinkarnasi pun diserap. Serta ajaran Syiah ekstrem yaitu hulul (menjasad atau menjelma) dan filsafat Persia yang berujung dengan pemikiran kufur. Peta pemikiran Baha’uddin, pendirinya, tercermin dalam doktrin atau ajarannya.

Kelompok ini merupakan sekte atau firqoh yang membentuk agama baru yaitu Baha’iyyah atau Baabiyyah, di Iran tahun 1884. Pendirinya Mirza Husain Ali Al Mazindani (Baha’uddin). Masuk sejak 1878 dengan sekitar 5000an pengikut. Mirip dengan Ahmadiyah bahwa pendiri sekte mereka adalah Rasul.

Latar belakang pemikiran yang beraneka ragam membuat sosok ini sangat kontroversial. Jelas bukan agama baru, bahkan menentang Islam serta mengubah syariat dan akidah Islam. Tidak hanya itu, mereka pun berafiliasi politik dengan zionisme Yahudi berupa dana bantuan untuk mengembangkan agamanya. Sebaliknya Yahudi memiliki kepentingan menguasai Palestina.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button