NASIONAL

Ahli Hukum Pidana: Soal Prokes Anies Tak Dapat Dituntut Pidana

Jakarta (SI Online) – Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar menjelaskan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak dapat dituntut secara pidana atas dugaan pelanggaran Pasal 93 Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Menurut Ficar, proses pidana itu hanya dapat dikenakan kepada pribadi atau individu dan korporasi yang disangka melakukan perbuatan bertentangan dengan hukum bukan jabatan administratif publik.

“Pemanggilan Anies itu mengada-ngada, karena dalam urusan pelanggaran PSBB kapasitas Anies itu bukan pribadi, sedangkan proses pidana itu memeriksa dan mengadili pribadi yang disangka melakukan, bukan jabatan, sedangkan Anies kapasitasnya sebagai pejabat negara,” kata Ficar dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/11/2020).

Sekalipun ada pelanggaran, kata Ficar, pihak yang berwenang melakukan penyelidikan adalah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) secara administratif.

Dengan demikian, polisi tidak memiliki kewenangan memanggil seseorang dalam kapasitasnya sebagai pejabat negara dalam urusan pelanggaran kebijakan publik.

“Kalau yang dipersoalkan kebijakan itu urusan PTUN, kalau tindakan dalam jabatan atau disiplin itu kementerian yang membawahi kepala daerah, makanya polisi itu lebay,” kata dia.

Selain itu, terkait sanksi pidana yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Ficar berpendapat hal itu berlaku jika suatu daerah adminsistratif telah ditetapkan sebagai wilayah karantina (lockdown).

“Sedangkan saat ini pemerintah hanya menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) itupun tak diberlakukan di seluruh wilayah,” kata Ficar.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, kewenangan untuk menetapkan karantina kesehatan ada di pemerintah pusat. Namun, belum ada peraturan pelaksanannya yang tertuang dalam bentuk peraturan pemerintah atau PP.

“Karena belum ada peraturan pelaksanaannya (PP), maka Presiden mendelegasikannya kepada para kepala daerah. Di DKI aturan mengenai PSBB ini diatur dengan Pergub No.79/2020 dan No.80/2020 yang mengatur sanksi sosial dan denda,” kata dia.

Dengan demikian, pemberian sanksi denda administratif sebesar Rp50 Juta kepada Habib Rizieq akibat kerumunan massa pada Peringatan Maulid Nabi Saw di Markaz FPI, Petamburan, sudah sesua dengan ketentuan.

“Jadi sebenarnya, jika ada proses pidana lagi, maka ini akan menjadi redunden, berlebihan, dan menurut saya bisa nebis in idem, karena satu perbuatan tidak bisa diadili dua kali, karena pelanggaran perda pun diadili dengan peradilan tipiring [tindak pidana ringan dan bersifat administratif],” jelas Ficar.

red: farah abdillah

Artikel Terkait

Back to top button