NUIM HIDAYAT

Ali Sang Teladan

“Ashabi kannujum. Iqtadaitum ihtadaitum. Sahabatku adalah bagaikan bintang, dimana kamu ‘mengikutinya’ kamu mendapat petunjuk.” (Rasulullah Saw)

Ya, Ali bin Abi Thalib sang teladan. Sejak kecil ia dibimbing Rasulullah Saw untuk bersama beliau. Menjalani ibadah dan berjuang menegakkan Islam risalah yang mulia di bumi ini.

Kisah yang paling monumental adalah ketika Sayidina Ali memberanikan diri menggantikan Rasulullah di tempat tidur beliau, ketika beliau ingin mengelabui kaum kafir Quraisy yang mengepung rumahnya dan akan membunuhnya. Ali bersedia menggantikan Rasulullah, meskipun nyawa taruhannya. Ali tahu bahwa begitu para pembunuh kafir itu masuk rumah dan kecewa tidak ada Rasulullah, bukan tidak mungkin ia yang menjadi korban karena kekecewaan para pembunuh itu.

Tapi Ali tidak gentar. Ia tawakkal pada Allah. Para pembunuh itu akhirnya kecewa karena Rasulullah sudah pergi dari tempat tidurnya dan yang mereka temui di selimut itu adalah Ali yang masih kecil saat itu.

Para pembunuh itu kecewa, Muhammad Rasulullah tidak ada di tempat. Mereka membiarkan Ali di tempat tidurnya dan segera mengejar Rasulullah yang telah pergi jauh meninggalkan rumah itu (menuju Madinah).

Ya, Allah SWT menyelamatkan Ali dari konspirasi kaum kafir Quraisy saat itu.

Ali memang dididik Rasulullah sejak kecil menjadi jiwa yang cerdas dan pemberani. Kecerdasannya sulit dilawan tandingannya, hingga Rasul menyatakan ‘Aku adalah gudang ilmu dan Ali adalah pintunya’.

Suatu ketika Ali pernah diuji oleh sekelompok orang Yahudi tentang mana yang lebih baik harta atau ilmu. Ali menyatakan keutamaan ilmu daripada harta dengan beragam jawaban. Ilmu lebih utama dari harta, karena Ilmu warisan para Nabi, harta warisan Firaun dan Qarun. Ilmu diberikan bertambah, harta diberikan berkurang. Ilmu menjagamu, harta kamu harus menjaganya dan seterusnya. Yang pasti, di tangan orang beilmu harta manfaat dan di tangan orang jahil harta akan mudharat.

Keberanian Ali mempertaruhkan jiwanya terlihat dalam perang jihad melawan kafir Quraisy. Dalam perang tanding satu lawan satu, Ali seringkali maju ke depan untuk menaklukkan musuh-musuhnya. Dan Ali dengan ‘pedang Dzulfikarnya’ membuat lawan-lawannya bergelimpangan. Para pemimpin Quraisy gemetar bila nama Ali disebut karena ia ‘tidak pernah kalah’ dalam perang tanding satu lawan satu, yang biasanya dilakukan saat itu sebelum dimulainya peperangan.

Ali juga terkenal dengan kezuhudannya terhadap dunia. Ia pernah untuk mendapatkan sehelai sarung, ia harus menjual pedangnya, Namun demikian, ia memperingatkan orang agar ‘tidak mencela dunia’. Ia berkata dalam salah satu khutbahnya: “Sesungguhnya dunia adalah rumah kebenaran bagi orang yang mengakuinya. Rumah keselamatan bagi orang yang memahaminya. Rumah kekayaan dan perbekalan bagi orang yang mengumpulkan darinya. Dunia adalah tempat perwujudan wahyu Allah, tempat shalat para malaikat, masjid para NabiNya dan tempat berdagang para walinya. Mereka berdagang dan mendapat keuntungan berupa kasih sayang/rahmat serta surga. Karenanya jangan mencela dunia karena ujung dunia ini semakin dekat dan saat perpisahan dengannya tidaklah lama. Yang harus dicela adalah keburukan dunia dan cinta dunia. Tidak perlu mencela dunia, menghindari dan menjauhinya.

Seorang muslim yang baik dan terbebaskan dari perangkap dunia, akan mendapat dua kebaikan saat menyeru kepada Allah.Yaitu kebaikan di sisi Allah dan kebaikan akhirat. Karena akhirat jauh lebih baik dan lebih abadi daripada dunia. Ketauhilah ada dua macam ladang, yaitu ladang dunia berupa harta dan ketakwaan serta ladang akhirat yang baik dan abadi. Kadang-kadang Allah menghimpunkan keduanya, dunia dan akhirat, pada sebagian hamba-Nya.”

Dr. Musthafa Murad dalam bukunya “Kisah Hidup Ali bin Abi Thalib” menjelaskan,” Semua keutamaan terkumpul pada diri Ali bin Abu Thalib, semua kebaikan melekat kepadanya. Ia telah mencapai puncak keutamaan, ilmu, amal, ikhlash, wara’, jihad, dakwah, kebaikan, keindahan akhlaq, ibadah dan kesempurnaan perilaku. Dengan tuturan memikat, penulis Nahjul Balaghah menggambarkan keutamaan Ali bin Abu Thalib, seorang hamba yang dikasihi Tuhan. Kitab itu menjelaskan secara detil bahwa Ali bin Abu Thalib adalah orang yang lembut dan penuh kasih sayang pada sesame, namun kuat dari sisi agama, iman dan keyakinan. Ia selalu haus ilmu. Sikapnya adil dan bijaksana. Kehidupannya teramat sederhana dan bahkan kekurangan. Ia khusyuk dalam beribadah, tetap bahagia dalam kesulitan, bersabar saat ditimpa masalah dan selalu mencari yang halal. Ia rajin mencari hidayah, menjauhi ketamakan dan bersegera melakukan amal shaleh. Setiap saat ia bersyukur dan bibirnya senantiasa dibasahi kalimat dzikir. Ia jalani kehidupan secara hati-hati, waspada dan tidak pernah lalai. Saat mendapat kebaikan dan rahmat, ia bahagia dan bersyukur.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button