MASAIL FIQHIYAH

Apakah Yasinan Bid’ah?

Riwayat yang menerangkan bahwa surat Yasin adalah jantung/hati Al-Quran dengan lafadz yang lebih lengkap dinyatakan dalam hadits riwayat Imam Ahmad berikut ini;

“Telah menceritakan kepada kami ‘Arim, telah menceritakan kepada kami Mu’tamir dari Ayahnya dari Seseorang dari Ayahnya dari Ma’qil bin Yasar, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Al Baqarah adalah Al-Qur’an kedudukan yang tertinggi dan puncaknya. Delapan puluh Malaikat turun menyertai masing-masing ayatnya. Laa ilaaha illaahu wal hayyul qayyuum di bawah ‘Arsy, lalu ia digabungkan dengannya, atau digabungkan dengan surat Al-Baqarah. Sedangkan Yasin adalah jantung Al-Qur’an. Tidaklah seseorang membacanya, sedang ia mengharap (ridla) Allah Tabaraka wa Ta’ala dan akhirat, melainkan dosanya akan di ampuni. Bacakanlah surat tersebut terhadap orang-orang yang mati di antara kalian.” (H.R. Ahmad)

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh At-Thoyalisy, An-Nasai, Ibnu Nashr, Abu Ya’la, Ibnu Majah, Abu Dawud, Abu ‘Ubaid, Ibnu Hibban, At-Thabrany, Ar-Ruyani, Abu As-Syaikh, Al-Hakim, Al-Baihaqy, Al-Baghowi, dan Ad-Dailamy dengan variasi redaksi yang beragam, ada yang pendek dan ada pula yang panjang.

Menurut Syuaib Arnauth problem hadits tersebut adalah adanya dua perawi yang majhul, yaitu perawi sebelum Ma’qil bin Yasar sehingga hadits tersebut digolongkan hadits dhaif. Yahya Ibnu Al-Qotthon mengkritik Hadits ini dari tiga jurusan; kacaunya sanad, mauqufnya riwayat, dan majhulnya Abu ‘Utsman beserta ayahnya. Ad-Daruquthni menilai hadits ini sebagai hadits yang dhoif sanadnya, majhul matannya, dan bahkan menurutnya tidak ada satupun hadits shahih terkait hal ini. Namun Ibnu Hibban memasukkan dalam shahihnya dan konon As-Suyuthi menshahihkannya.

Hanya saja, ada hadits lain yang terkatagori hadits hasan yang menjelaskan keutamaan membaca surat Yasin, yaitu hadits riwayat Ibnu Hibban berikut ini:

“Dari Jundub beliau berkata; Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa membaca Yasin pada suatu malam karena mengharap ridha Allah, maka dia akan diampuni.” (H.R. Ibnu Hibban)

Hadits ini dimasukkan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, dipuji Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya sebagai sanad jayyid, dikatakan As-Suyuthi dalam kitabnya ” Al-La-ali’ Al-Mashnu’ah Fi Al-Ahadits Al-Mashnu’ah” memiliki sanad yang memenuhi syarat hadits shahih dan juga As-Syaukani dalam kitabnya “Al-Fawaid Al-Majmu’ah Fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah”. Ada pula riwayat-riwayat yang bisa menjadi syawahidnya (penguatnya) melalui jalur Anas, Jundub bin Abdillah, dan Ma’qil bin Yasar. Adapula riwayat-riwayat semakna dari jalur Ibnu Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab. Ada pula riwayat-riwayat Marosil dari jalur Al-Hasan dan Abu Qilabah. Ada pula riwayat terkait keutamaan membaca Yasin malam hari dari jalur Anas bin Malik, dan Ibnu Abbas.

Minimal, keutamaan surat Yasin adalah termasuk surat matsani yang setara Injil sebagaimana dinyatakan dalam hadits hasan riwayat Ahmad. Ahmad meriwayatkan;

“Dari Watsilah bin Al Asqa’ sesungguhnya Nabi Saw bersabda: “Saya diberi ganti dari Taurat dengan as-saba’ (tujuh surat dalam Al-Qur’an yang panjang-panjang). Saya diberi ganti dari Zabur dengan Al Mi-in (surat yang jumlah ayatnya sekitar seratus). Saya diberi ganti dari Injil dengan Al Matsani (yaitu surat yang panjangnya kurang dari seratus ayat) dan saya diberi tambahan dengan Al Mufashal (surat yang dimulai dari Surat Qaf sampai An-Nas).”

Adapun mengadakan kegiatan Yasinan, jika yang dimaksudkan adalah aktivitas berkumpul untuk membaca surat Yasin bersama-sama seraya mengharap keutamaannya secara rutin tiap hari tertentu, maka hal ini tidak mengapa karena perintah untuk membaca Al-Qur’an tidak disertai ketentuan waktu pelaksanaannya. Karena itu, boleh hukumnya bagi setiap muslim membacanya dengan merutinkannya pada hari dan jam tertentu.

Hal ini tidak bisa disamakan dengan ibadah shalat Shubuh misalnya, yang telah ditentukan waktu pelaksanaannya. Jika seorang muslim shalat Shubuh di waktu Ashar secara sengaja tanpa udzur, maka hal tersebut adalah bid’ah karena menyalahi ketentuan waktu pelaksanaan ibadah tertentu.

Aktivitas berkumpulnya juga tidak mengapa, karena perintah membaca Al-Qur’an tidak dibatasi cara melaksanakannya apakah sendirian atau berjamaah. Hal ini berbeda dengan shalat Jumat yang jelas diatur pelaksanaanya harus berjamaah, sehingga jika ada yang melakukannya secara sendirian maka hal tersebut terkategori bid’ah karena menyalahi ketentuan syariat terkait cara pelaksanaan dari berjamaah atau sendiriannya.

Hanya saja, kegiatan Yasinan tersebut tidak boleh dicampuri aktivitas yang melanggar syariat atau bertentangan dengan perintah syariat. Kegiatan tersebut juga harus didasarkan pada pemahaman keutamaan surat Yasin yang didasarkan nash-nash shahih/hasan, bukan nash-nash yang dha’if apalagi maudhu’.

Terkait definisi bid’ah, maka bid’ah tidak bisa diartikan sebagai alat baru, bukan pula perbuatan baru, atau ilmu sains baru, atau ijtihad hukum syara, atau ilmu yang dirumuskan untuk memahami nash.

Bid’ah adalah segala hal yang baru bertentangan dengan petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah. Semua petunjuk selain Qur’an dan Sunnah yang bertentangan dengannya, tidak terpancar darinya, dan tidak digali darinya maka itulah bid’ah, baik dalam hal akidah, ibadah, maupun muamalah. Wallahu a’lam.

Back to top button