OPINI

Bang Yos Tidak Rasis, Cuma Khawatir Serbuan TKA China

Sekitar 6-7 tahun yang lalu, pengungsi Rohingya yang mendarat di pantai timur Aceh mendapat sambutan hangat dan ramah dari masyarakat. Namun, setelah para pengungsi itu mulai mendapatkan perhatian yang besar dari pemerintah setempat dan juga dari berbagai LSM sosial, spontan bermunculan kecemburuan masyarakat di sekitar lokasi permukiman mereka.

Para pengungsi Rohingya itu hidup lebih enak ketimbang warga kampung di situ. Rumah disediakan, makanan selalu cukup, bantuan pakaian melimpah ruah. Inilah cerita yang saya dapatkan dari para relawan LSM yang memberikan bantuan kepada pengungsi Rohingya di Aceh waktu itu.

Warga Aceh memperlihatkan rasa tak senang pada pengistimewaan pengungsi Rohingya. Seharusnya orang Aceh tidak cemburu.

Baca juga: Hadir di JIC, Bang Yos Singgung Soal TKA China Hingga Singapura yang Dulunya Dipimpin Melayu

Nah, apakah ketidaksenangan warga Aceh itu muncul dari sifat rasis? Tidak mungkin. Mengapa? Karena orang Rohingya itu muslim. Orang Aceh sangat kuat dalam persaudaraan. Ini yang pertama. Yang kedua, pemerintah setempat sangat senang menerima mereka. Ketiga, banyak pula orang Aceh sendiri yang menjadi relawan yang memberikan bantuan. Artinya, orang Aceh senang membantu.

Kecemburuan terhadap pengungsi Rohingya itu hanya muncul di kalangan warga yang bertetangga dengan lokasi permukiman pengungsi. Di tempat lain tidak terjadi.

Apa yang bisa kita simpulkan dari sini? Ada satu hal mendasar: bahwa suatu kelompok (komunitas) bisa membenci pendatang karena diistimewakan. Ada perlakuan khusus. Sementara penduduk lokal merasa mereka hidup susah.

Contoh ini juga terjadi di banyak tempat yang didatangi “orang asing” dan kemudian mereka bisa hidup lebih baik. Masih segar dalam ingatan ketika terjadi bentrok besar antara suku Dayak dan perantau Madura di Kalimantan Tengah, khususnya di kota Sampit, awal 2001.

Apakah orang Dayak rasis terhadap orang Madura? Sama sekali tidak. Penyebab utama konflik ini adalah kesenjangan sosial. Faktanya, hampir semua sektor ekonomi lokal dikuasai oleh orang Madura. Pertambangan emas, pelabuhan, bisnis retail, perkebunan, transportasi, dlsb, dikuasai oleh orang Madura. Penyebab lainnya, seperti perbedaan kultural, hanyalah pemicu konflik itu.

Contoh lain adalah konflik antara warga lokal Timor Leste, khususnya di Dili, dengan pendatang dari Bugis pasca referendum 1999. Penyebabnya juga penguasaan sektor perekonomian oleh “orag asing”. Dalam hal ini perantau Bugis.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button