NASIONAL

Berpotensi Legalkan Perzinahan, MOI Tolak Permendikbud tentang Kekerasan Seksual di Kampus

Jakarta (SI Online) – Majelis Ormas Islam (MOI) meminta Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi mencabut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Permendikbudistek RI) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

MOI menilai bahwa Permendikbudristek tersebut secara tidak langsung telah melegalisasikan perzinahan dan dengan demikian akan mengubah dan merusak standar nilai moral mahasiswa di kampus, yang semestinya perzinahan itu kejahatan malah kemudian dibiarkan.

Permendikbud ini telah menimbulkan keresahan di kalangan umat Islam pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Menurut MOI banyak poin dalam Permendikbud yang bermasalah dan dapat menjadi polemik di tengah masyarakat dalam pelaksanaannya ke depan.

Ketua Presidium MOI, KH Nazar Haris, mengatakan bahwa Permendikbud ini mengadopsi draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang telah ditolak masyarakat luas di DPR periode 2014-2019.

Menurut Nazar Haris diantara poin yang dikritisi dan ditolak oleh MOI antara lain terkait paradigma seks bebas berbasis persetujuan (sexual-consent) yang memandang bahwa standar benar dan salah dari sebuah aktivitas seksual bukan nilai agama, tapi persetujan dari para pihak, selama tidak ada pemaksaan, telah berusia dewasa, dan ada persetujuan, maka aktivitas seksual menjadi halal, meskipun dilakukan di luar pernikahan yang sah.

“Permendikubud ini juga menurut MOI berpotensi memfasilitasi perbuatan zina dan perilaku penyimpangan seksual LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). LGBT adalah penyakit mental dan penderitanya adalah pasien yang harus dibantu kesembuhannya melalui lembaga konseling yang difasilitasi oleh negara,” kata Nazar Haris dalam pernyataannya yang diterima Suara Islam Online, Selasa (2/11/2021).

Selain itu, penggunaan definisi relasi kuasa dan relasi gender dalam Permendikbud tersebut tidak diambil dari Pancasila, melainkan dari konstruksi berpikir Barat yang bertentangan dengan fitrah penciptaan manusia. Tuhan telah menciptakan jenis kelamin (sex), adapun gender adalah orientasi seksual yang boleh berbeda dari jenis kelamin, maka konsep gender yang diterima luas di Barat, tidak kompatibel dengan moralitas ketimuran di Indonesia.

Menyikapi hal itu maka MOI meminta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk mencabut dan membatalkan Peraturan Menteri No.30 tahun 2021 tentang Pencegahan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi tersebut.

“MOI meminta Permen tersebut digantikan dengan aturan baru yang sejalan dengan jiwa dan nilai-nilai Pancasila dan dalam pembahasannya melibatkan organisasi keagamaan yang menjadi stakeholder dalam pengelolaan pendidikan tinggi di Indonesia, agar setiap peraturan yang keluar dapat berlaku efektif karena telah sesuai dengan norma-norma masyarakat Indonesia yang berPancasila,” tandas Nazar Haris.

Majelis Ormas Islam (MOI) beranggotakan 13 Ormas Islam yaitu Persatuan Umat Islam (PUI), Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII), Syarikat islam (SI), Mathla’ul Anwar, Al Ittihadiyah, Al Washliyah, Persatuan Islam (PERSIS), Wahdah Islamiyah, Al Irsyad Al Islamiyah, Hidayatullah, Ikatan Da’i Indonesia (IKADI), Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) .

red: adhila

Artikel Terkait

Back to top button