SUARA PEMBACA

BPJS Ketenagakerjaan, Cara Baru Meraup Uang Rakyat

Pemerintah makin menggenjot kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Ditargetkan, BPJS Ketenagakerjaan dapat memberikan perlindungan jaminan sosial pada 89 juta pekerja di Indonesia paling lambat tahun 2021. Hingga Agustus 2018, jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 48 juta jiwa (liputan6.com).

Bukan hanya pekerja sektor formal, BPJS Ketenagakerjaan pun mendorong para pekerja informal untuk mendaftar pada program asuransi pemerintah tersebut. Pekerja informal mulai menjadi fokus di tahun ini dan tahun-tahun ke depannya, karena pekerja formal cakupannya telah mencapai 98%. Selain itu, jumlah pekerja informal juga jauh lebih banyak dari pekerja formal (kompas.com).

Di Purwakarta, Jawa Tengah, sebanyak 23.000 petani yang tergabung dalam 740 kelompok tani (poktan) dihimbau untuk mendaftar BPJS Ketenagakerjaan. Para petani ini akan dipermudah dalam besaran iurannya. Yakni, hanya Rp16.800 per bulan per jiwa (republika.com). Di daerah Tegal, sekitar 10.000 nelayan telah masuk ke dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan (kompas.com).

Sementara di daerah Manado, Sulawesi Utara, BPJS Ketenagakerjaan menarget 50.000 pekerja sosial lintas agama untuk masuk dalam kepesertaan. Pekerja sosial lintas agama ini misalnya pendeta, pegawai gereja, imam masjid, takmir, marbot, dan ketua pengajian. Tidak hanya itu, pedagang pasar, tukang ojek online, dan sebagainya juga akan diupayakan masuk kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Bahkan, BPJS juga akan menggali semua pekerja yang memanfaatkan jasa online, seperti penjual online shop (kompas.com).

Melihat sedemikian besar kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, tentu dana yang dihimpun tidaklah sedikit. Sampai Juli 2018, total dana yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan menembus Rp 333 triliun. Dengan dana sebesar itu, DPR RI meminta agar BPJS Ketenagakerjaan lebih transparan dalam hal pengelolaan dana iuran peserta. Ketua Komisi XI DPR RI Dede Yusuf menilai, publik perlu mengetahui untuk investasi apa saja dana dengan angka sebesar itu. Transparansi pengelolaan dana investasi tersebut juga mendesak, mengingat sebentar lagi Indonesia menghadapi tahun politik. Dikhawatirkan, dana sebesar itu disalahgunakan untuk kepentingan politik, seperti pemenangan pemilu (kompas.com).

Tentu masyarakat juga perlu waspada. Karena pada dasarnya, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan mempunyai mekanisme yang sama, yakni asuransi. Pemerintah mengumpulkan dana dari rakyat melalui lembaga tersebut dengan dalih untuk disalurkan pada jaminan kesejahteraan. Tanpa adanya transparansi aliran dana, BPJS Ketenagakerjaan sangat riskan hanya dijadikan alat untuk meraup harta rakyat demi kepentingan golongan tertentu.

Program jaminan sosial dalam BPJS juga semakin meneguhkan sistem kapitalisme yang dianut negeri ini. Dalam kapitalisme, rakyat yang harus mensejahterakan dirinya sendiri. Segala pembiayaan, termasuk biaya kesehatan, pendidikan, keamanan, bahkan pembangunan infrastruktur, semuanya berasal dari rakyat. Paradigma utama kapitalisme, negara hanya sebagai regulator. Dengan demikian, pemerintah tak punya kewajiban untuk mengurusi hajat hidup rakyat. Bahkan ketika pemerintah mengumpulkan dana dari rakyat, sejatinya dia telah merampas hak rakyat.

Hal ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, negara bertanggung jawab penuh dalam menjamin pemenuhan kebutuhan semua warga negara. Rasulullah bersabda, Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya.? (HR al-Bukhari).

Para pemimpin dalam Islam layaknya pelayan yang memenuhi segala kebutuhan umat dengan maksimal. Tidak lain karena kepemimpinannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah di akhirat kelak. Karena itu, negara tak boleh membebani rakyatnya, apalagi merampas hak rakyat. Maka segala pembiayaan pun diupayakan tidak mengambil uang rakyat.

Sejak zaman Rasulullah saw yang diteruskan oleh Khalifah-Khalifah sesudahnya, pembiayaan negara dilakukan oleh Baitul Mal. Sumber pendapatan negara dapat diperoleh dari pos fa’i dan kharaj, pengelolaan kepemilikan umum, dan zakat. Pengelolaan kepemilikan umum menjadi salah satu pos pendapatan terbesar, karena berasal dari pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki negara. Hasil pengelolaan sumber daya ini akan dikembalikan ke rakyat dalam bentuk pemenuhan kebutuhan komunal, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan lain sebagainya. Dengan demikian, rakyat tidak akan mengeluarkan biaya untuk menjamin kebutuhan publik.

Tanggung jawab negara inilah yang seharusnya dikembalikan pada masa ini. Jangan sampai, rakyat sudah memilih penguasa, memberikan kepercayaan dengan harapan dapat mewujudkan kesejahteraan, nyatanya rakyat yang harus menguras kantongnya sendiri demi memenuhi kebutuhannya. Namun, negara yang memiliki tanggung jawab penuh seperti ini tidak akan terwujud dalam sistem kapitalisme, melainkan hanya akan ada dalam sistem Islam. Karena hanya dalam Islam, negara benar-benar diposisikan sebagai pelayan yang bertanggung jawab penuh pada rakyat. Untuk itu, tidak ada cara lain untuk mewujudkan kesejaheraan hakiki, selain kembali menerapkan aturan Islam yang kaaffah.

Ventin Yurista
Praktisi Kesehatan di Malang

Artikel Terkait

Back to top button