SUARA PEMBACA

Childfree, Ide Nirlogika Perusak Fitrah

Topik childfree kembali menjadi polemik di tengah publik usai digaungkan oleh seorang influencer, Gita Savitri.

Childfree merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan pilihan gaya hidup tanpa anak. Istilah ini kerap digunakan oleh para pegiat feminisme. Munculnya gaya hidup tanpa anak ini bertujuan untuk mewujudkan ide kesetaraan gender yang digembar-gemborkan oleh kaum feminis.

Tidak dimungkiri, ide childfree makin tumbuh subur dalam naungan sistem sekuler liberal. Atas nama kebebasan berekspresi, seorang perempuan memiliki kebebasan untuk menjadi ibu atau tidak dengan berbagai dalih. Tren ini pun makin meningkat di Barat selama pandemi. Alasannya beragam, mulai dari masalah finansial, risiko PHK, pelayanan kesehatan yang buruk, hingga terbatasnya sarana dan fasilitas publik. (theatlantic.com, 5/8/20220).

Sementara di Asia Timur, meluasnya tren childfree juga membuat Jepang dan Korea ketar-ketir. Pasalnya, kedua negara tersebut terancam dilanda resesi seks karena meluasnya tren childfree di tengah rakyatnya. Sebagaimana resesi ekonomi yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang minus, resesi seks juga ditandai dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang minus. Hal ini disebut akan membawa pengaruh serius terhadap perekonomian negara.

Di Indonesia sendiri, tren childfree kerap dipromosikan oleh para pegiat feminisme. Salah satunya oleh Gita Savitri yang kerap melontarkan pernyataan-pernyataan kontroversi terkait childfree melalui akun media sosialnya. Tentunya banyak yang menolak, tetapi tidak sedikit pula yang mendukung.

Makin gencar dipromosikan, makin dianggap wajar. Inilah asa kaum feminis terhadap ide childfree, yakni normalisasi gaya hidup tanpa anak di tengah generasi muda hari ini, yang katanya perwujudan dari kesetaraan gender. Padahal sejatinya ide ini merupakan ide sesat yang nirlogika. Sebab, alih-alih mewujudkan kesetaraan gender yang dicita-citakan, ide ini justru menggerus fitrah dan mengancam kepunahan ras manusia.

Inilah buah getir hidup dalam naungan sistem sekuler liberal yang tumbuh subur di negeri ini. Menginfeksi akal manusia dengan beragam ide kebebasan yang sejatinya mengantarkan manusia pada jurang kehinaan. Manusia yang sejatinya dibekali segenap potensi dari Sang Pencipta agar menjadi insan yang berderajat mulia, justru diracuni ide sesat yang menjadikan hina. Nau’dzubillah.

Sungguh Allah SWT menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS. At-Tin: 3). Tidak hanya wujudnya yang sempurna, tetapi juga bekal potensi akal dan naluriĀ  yang luar biasa. Potensi ini menjadi bukti ketaatan seorang hamba kepada Sang Penciptanya jika digunakan sesuai koridor syarak. Salah satu potensi ini adalah gharizah na’u atau melestarikan keturunan.

Maka menjadi bukti ketaatan dan ketundukan seorang perempuan kepada Rabb-nya jika ia menggunakan naluri ini sesuai fitrah, yakni sebagai ibu generasi umat manusia. Inilah peran hakiki seorang perempuan di tengah umatnya. Namun, kala peran ini bergeser dari fitrahnya, niscaya hanya kenistaan yang didulang. Padahal perannya yang sesuai fitrah inilah yang kelak menempatkan dirinya pada kedudukan mulia, baik di dunia maupun di akhirat.

Membendung ide childfree jelas tidak dapat dilakukan secara individu. Butuh kesadaran kolektif dan dukungan negara agar ide ini dapat dibendung. Oleh karena itu, menjadi PR bagi seluruh elemen umat Islam, khususnya para tokoh dan aktivisnya, untuk senantiasa mencerahkan umat bahwa sejatinya ide childfree merupakan ide rusak yang merusak fitrah. Sehingga muncul kesadaran kolektif bahwa ide ini tak layak diemban oleh manusia, apalagi oleh seorang muslim/muslimah.

Sementara itu dalam paradigma Islam, peran negara adalah menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup rakyat. Sehingga tidak ada lagi orang yang berdalih memilih childfree karena kekurangan finansial, akses kesehatan yang buruk, dan pelayanan publik yang terbatas. Sebab, negara telah menjamin semua itu untuk semua warga negaranya tanpa memandang agama, bangsa, etnis, suku, dan rasnya.

Lebih dari itu, menjadi kewajiban negara pula membentengi generasi dari berbagai ide rusak dan merusak, seperti sekularisme dan derivatnya. Sebab, ide ini nyata sukses meracuni akal, menggerus fitrah, dan memalingkan manusia dari jalan yang lurus. Inilah peran hakiki negara yang dirindukan oleh umat hari ini, yang niscaya terwujud dalam naungan sistem Islam. Wallahu’alam bissawab.

Jannatu Naflah, Praktisi Pendidikan

Artikel Terkait

Back to top button