FOKUS MUSLIMAH

Darurat Kekerasan Seksual: Perempuan Butuh Perisai Hakiki

Sejak kasus kekerasan seksual di balik kematian Novia Widyasari menjadi sorotan, jagat media pun ramai diwarnai berbagai  berita kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan. Berbagai kasus kekerasan seksual ini pun tidak hanya mengundang keprihatinan publik, tetapi nyatanya juga menjadi angin segar bagi kaum feminis.

Ya, maraknya pemberitaan tentang kekerasaan seksual ini seolah menjadi momentum bagi kaum feminis, untuk mendesak para anggota dewan untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Salah satunya datang dari Jaringan Jawa Tengah Anti Kekerasan Seksual.

Perwakilan Jaringan Jawa Tengah Anti Kekerasan Seksual, Lenny Ristiyani secara tegas menyebutkan, bahwa pengesahan RUU TPKS menjadi penantian panjang bagi korban kekerasan seksual. Menurutnya, situasi kekerasaan seksual saat ini sudah sangat darurat. Situasi ini jelas mengkhawatirkan, mengingat masih ada tiga tahapan penyusunan yang harus dilalui agar RUU ini disahkan. (Kompas.com, 11/12/2021).

Hal senada diungkapkan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga. Ia mengajak semua pihak untuk mendukung dan mengawal agar RUU TPKS dapat segera disahkan. Menurutnya, upaya Kemen PPPA tidak akan mencapai hasil yang optimal, tanpa adanya payung hukum yang menaunginya secara komprehensif. (Republika.co.id, 13/12/2021).

Derasnya desakan para pegiat gender dan kaum feminis agar RUU TPKS ini segera disahkan, sejatinya sama besarnya dengan gelombang penolakan umat terhadap RUU ini. Menjadi rahasia publik, sejak awal kemunculannya, RUU yang semula bernama RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual) ini sarat pasal-pasal kontroversi. Meskipun draf RUU ini berulang kali direvisi hingga berganti nama, aroma sekularisme, liberalisme, dan feminisme masih kental tercium dari RUU ini.

Alhasil, bagaimana mungkin RUU yang membuka pintu bagi sekularisasi dan liberalisasi ini mampu menuntaskan berbagai kasus kekerasan seksual? Alih-alih menuntaskan, RUU ini justru berpeluang melanggengkan gaya hidup dan pergaulan bebas yang menjadi pangkal maraknya kasus kekerasan seksual.

Sejatinya, berbagai kasus kekerasan yang menimpa perempuan hari ini tidak terlepas dari penerapan sistem sekularisme-kapitalisme. Paradigma sekularisme-kapitalisme menempatkan perempuan sebagai objek yang lemah dan mudah dieksploitasi. Sistem ini juga menjadikan perempuan sebagai objek diskriminasi. Diskriminasi ala sekularisme-kapitalisme inilah yang memunculkan ide kesetaraan gender yang sukses menggiring perempuan untuk menanggalkan fitrahnya.

Selain itu, sekularisme sebagai rahim liberalisme juga sukses merenggut kemuliaan perempuan. Gaya hidup dan pergaulan bebas yang menginfeksi perempuan nyata menempatkan perempuan sebagai objek pelecehan dan kekerasan seksual. Tidak heran jika tren angka kekerasan seksual pada perempuan terus meningkat. Data Komnas Perempuan bahkan menyebut kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan, mengalami tren meningkat dua kali lipat dari tahun 2020. Tercatat ada 4.500 kasus hingga September 2021. (tvonenews.com, 13/12/2021).

Maraknya kasus kekerasaan seksual terhadap perempuan tidak hanya menjadi PR besar yang harus segera dituntaskan, tetapi semestinya juga membuka mata kita, bahwa berbagai regulasi yang lahir dari rahim sekularisme-kapitalisme hanyalah solusi tambal sulam yang tidak menyelesaikan masalah, sebaliknya justru menambah segunung masalah baru. Alhasil, umat butuh sebuah sistem alternatif yang tidak hanya mampu menjadi perisai bagi perempuan, tetapi juga mampu menuntaskan segala problematikanya. Sistem ini tidak lain adalah Islam.

Islam nyata menempatkan perempuan di tempat yang mulia. Banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang menjelaskan tentang kemuliaan bahkan perlindungan terhadap perempuan. Al-Qur’an bahkan mengabadikannya dalam surat An-Nisa dan menyebutkannya sebanyak 59 kali dalam Al-Qur’an. Bukti betapa perempuan memang sangat mulia kedudukannya dalam naungan Islam.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button