RESONANSI

Filosofi Negeri Bunglon

Belajarlah hidup itu dari pepohonan atau tanaman-tanaman. Jangan belajar dari binatang bunglon.

Jika pohon itu disebut mahoni, ya akan tumbuh menjadi mahoni, bukan pohon jati. Demikian pun, tanaman-tanaman atau buah-buahan, gak mungkin tanaman bunga anggrek, akan jadi lain bunga mawar. Atau buah duren, jadi buah sukun.

Tapi itulah yang tengah terjadi di negeri kita “Filosofi Negeri Bunglon”: yang satu bisa jadi yang lain.

Negeri atau negara saja bisa jadi lain. Negara itu kan ada akarnya, maksudnya pondasi atau landasan hukumnya, Pancasila dan UUD 1945.

Tapi tumbuhnya negara itu jadi lain, berbeda dari realitas keadaannya. Seperti tercerabut dari akarnya, hilang dari substansinya, maka terjadilah negara Pancasila, kok jadi negara kapitalis liberal. Dari warisan sejarah kadang ada benalunya, komunis kekiri-kirian.

Karena tadi juga telah hilang substansinya, negara Pancasila juga telah hilang. Boleh jadi sekarang tinggal menjadi utopia, hanya menjadi hayalan yang semakin menjauh dari garis perspektif horizonnya. Bahkan, jangan-jangan hanya menjadi lamunan yang telah mati?!

Demikian juga dengan suatu lembaga hukum Mahkamah Konstitusi atau disingkat MK juga telah menjadi lain, meskipun singkatannya tetap sama, MK. Menjadi lain: bisa Mahkamah Kongsi, Mahkamah Konspirasi, atau malah Mahkamah Keluarga.

Karena apa? Menjadi lain karena patut diduga dari kecenderungan yang terjadi, begitulah realitasnya.

Substansi konstitusi, karena bersentuhan dengan kepentingan politik atau politik yang berkepentingan, konstitusi itu bisa berubah fungsi nilai dan jati dirinya, yang muncul produk-produk konstitusi hasil perkongsian dan atau perkonspirasian itu.

Juga bisa menjadi Mahkamah Keluarga, karena telah terjadi adanya perkawinan antara adik ipar penguasa negara dan ketuanya.

Maka, ketika Mahkamah Konstitusi itu seharusnya mengambil peran substantif hukum konstusional bagi kepentingan penegakkan demokrasi, faktanya karena perkongsian dan perkonspirasian atau kekeluargaan itu telah berubah menjadi demokrasi oligarki.

Keangkuhan Preshold 20%, jadi tak bisa dan tak mau diubah menjadi nilai kemuliaan lain hasil judicial review, sebagai ketulusan dan keikhlasan Preshold 0%.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button