NASIONAL

Ini Catatan Tajam TGB atas Disertasi Milk Al Yamin di UIN Suka

Jakarta (SI Online) – Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta hari-hari ini menjadi sorotan umat Islam Indonesia. Pasalnya, pada Rabu 28 Agustus lalu, Program Pascasarjana UIN Yogya telah meluluskan disertasi seorang mahasiswa bernama Abdul Aziz berjudul “Konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Nonmarital.”

Inti dari disertasi tersebut, dengan merujuk pemikiran seorang pemikir asal Suriah, Muhammad Syahrur, hubungan seksual di luar nikah (nonmarital) adalah sah dan tidak bertentangan dengan syariat. Tentu saja kesimpulan ini bertentangan dengan ketentuan yang sudah qath’iy dalam Islam bahwa hubungan seks di luar nikah (zina) adalah haram.

Atas diluluskannya disertasi itu, TGH Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB), seorang doktor dari Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Universitas Al-Azhar, Kairo, yang juga mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), memberikan catatan tajam, bernas sekaligus menohok.

Di awal catatan ringkasnya, TGB menohok disertasi itu merupakan aktivitas untuk mencari justifkasi seks di luar nikah semata.

“Abstraksi disertasi menunjukkan esensi. Alinea kedua abstraksi tegas menyatakan kajian ini untuk mencari justifikasi seks nonmarital alias luar nikah. Jadi disertasi ini lebih kepada amal tabririy dibanding amal ‘ilmy,” ungkap TGB dalam catatan tertulisnya, Selasa 3 September 2019.

Tentang Milk Al Yamin yang dijadikan justifikasi seks di luar nkah, TGB mengatakan, hal itu tidak memiliki dasar yang kuat. Bahkan, setengah kuatpun tidak. Apalagi, kata TGB, seluruh dunia termasuk negara Islam telah sepakat menghapus perbudakan termasuk dalam peperangan dan mengkriminalkan pelakunya.

Berikut catatan TGB atas disertasi Milk Al Yamin di UIN Suka Yogyakarta itu:

Pertama, abstraksi disertasi menunjukkan esensi. Alinea kedua abstraksi tegas menyatakan kajian ini untuk mencari justifikasi seks nonmarital alias luar nikah. Jadi disertasi ini lebih kepada amal tabririy dibanding amal ‘ilmy.

Kedua, perbudakan marak jauh sebelum datangnya Islam. Syariat Islam bekerja melawan itu dalam dua jalur:

  • Menjadikan pembebasan budak sebagai ibadah yang mulia, termasuk sebagai penebus dosa tertentu, bahkan menjadi satu dari delapan saluran pemanfaatan dana zakat.
  • Membatasi sumber perbudakan hanya pada peperangan. Itupun apabila musuh mengadopsi hal tersebut. Pendekatan resiprokal alias perlakuan setimpal, bukan kaidah umum. Penculikan, perampokan tidak boleh menjadi sumber perbudakan. Saat ini, seluruh dunia sudah meratifikasi penghapusan perbudakan secara total termasuk dalam peperangan sehingga pintu perbudakan sudah tertutup. Saat ini, seluruh perempuan (manusia) di muka bumi berstatus merdeka.

Ketiga, milkul yamin istilah Alqur’an yang ditafsirkan para ulama sebagai: Pertama, perempuan budak rampasan perang yang boleh digauli karena status budaknya. Kedua, sebagian ulama mengatakan kebolehan digauli harus dengan pernikahan. Menurut pandangan ini, budak itu harus dinikahi dulu baru boleh digauli. Beda dengan istri biasa adalah dari segi asal. Milkul yamin berasal dari budak, istri dari wanita merdeka. Namun keduanya harus dinikahi terlebih dahulu.

Keempat, menjadikan milkul yamin sebagai justifikasi seks luar nikah jelas tidak memiliki dasar yang kuat. Setengah kuatpun tidak.

Kalau pun pendapat pertama yang digunakan, kenyataannya adalah seluruh dunia termasuk negara Islam telah sepakat menghapus perbudakan termasuk dalam peperangan dan mengkriminalkan pelakunya.

Kelima, memperluas makna milkul yamin selain budak rampasan perang adalah kecerobohan sekaligus kebodohan. Persis seperti kecerobohan dan kebodohan Syahrur dalam menafsirkan banyak kosakata dan istilah dalam Alquran. Tesis utama Syahrur: Alquran turun sebagai pedoman untuk semua manusia dan sepanjang masa, karena itu harus bisa disesuaikan dengan cara hidup apapun dimanapun. Alquran harus sesuai, disesuaikan dan dipaksa sesuai.

Dalam kasus ini, karena seks diluar nikah adalah jamak di banyak tempat maka Alquran harus menyesuaikan. Dengan ilmu cocokologi alias gothak gathuk, ketemulah milkul yamin.

Keenam, khulasatul kalam, membaca Syahrur berujung pada ungkapan yang sering dikutip Imam Alusi dalam tafsirnya: نسمع جعجعة و لا نرى طحنا
Suara alu bertalu-talu, namun tak ada tepungnya. Wallahu a’lam.

red: shodiq ramadhan

Artikel Terkait

Back to top button