REMAJA

Jangan Jadi Generasi Penghamba Hawa Nafsu

Setiap dari kita bebas dalam memilih. Tapi kita tidak akan pernah lepas dari konsekuensi atas setiap pilihan itu.

Sebagaimana pepatah mengatakan, berani berbuat berani bertanggungjawab. Berani melakukan sesuatu maka harus siap dengan akibat yang akan ditimbulkan. Agaknya pepatah tersebut telah lama dilupakan banyak orang, khususnya kalangan remaja saat ini. Miris bercampur geram ketika membaca pemberitaan tentang ulah ‘nakal’ remaja yang terperosok ke dalam pergaulan bebas. Seakan mereka tak berdaya menghadapi derasnya gelombang budaya asing yang merusak tersebut.

Salah satunya berita yang baru-baru ini ramai diperbincangkan. Seorang remaja tega membunuh anak kandungnya sendiri karena tidak siap menikah dan punya anak. Okezone memberitakan remaja berinisial SNI (18) tega membunuh anaknya sendiri di dalam toilet Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Beriman pada Rabu 24 Juli sekira mendapat kritikan pedas dari masyarakat. Banyak yang mempertanyakan mengapa pelaku bisa tega membunuh dengan keji terhadap buah hatinya yang ia lahirkan. Usut punya usut ternyata tindakannya itu karena ketidaksiapannya untuk menikah dan mengurus anak karena merasa masih muda.

Cerita lain datang dari kamp pengungsian korban gempa dan tsunami di Palu. Tercatat setidaknya 12 kasus pernikahan anak di kamp pengusungsian yang tersebar di Palu, Sigi, dan Donggala Sulawesi Tengah dalam beberapa bulan terakhir. Fenomena ini menambah potret buram Sulawesi Tengah sebagai salah satu daerah dengan prevalensi pernikahan anak terbanyak.

Kasus pernikahan anak korban gempa ini disebut sebagai “fenomena gunung es”, mengingat terdapat 400 titik pengungsian yang tersebar di lokasi bencana. Mirisnya, tidak sedikit dari para remaja tersebut yang memutuskan menikah lantaran telah hamil. Artinya pergaulan bebas telah sangat merebak di daerah tersebut. Naudzubillah.

Berbagai berita semacam itu seakan tidak lagi tabu. Masyarakat seakan sudah sangat terbiasa dengan kejadian MBA (married by accident) saking sudah sering terjadi. Baik di televisi, media cetak, maupun pemberitaan di dunia maya, hamil sebelum menikah menjadi hal yang sudah tak asing lagi.

Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa para remaja itu sangat mudah terjebak dalam pergaulan bebas, tanpa siap menerima konsekuensi dari pergaualan bebeas tersebut? Tidak mungkin mereka tidak mengetahui hamil adalah konsekuensi terdekat yanga akan mereka alami ketika melakukan hubungan terlarang. Namun nyatanya, kejadian ini terus berulang bahkan terjadi di semua kalangan, muda, tua, single maupun sudah punya pasangan.

Inilah sebenarnya realita yang terjadi akibat jauhnya agama dari kehidupan. Sekulersime yang telah tertanam sejak lahir di tengah-tengah masyarakat bertanggungjawab penuh terhadap lahirnya generasi rusak. Generasi yang tak lebih dari para penghamba hawa nafsu.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button