OASE

Kekuatan Doa Menghadapi Masalah

Bertakwalah dalam kesungguhan karena takwa harus dibangun diatas pijakan komitmen. Tidak dapat dilakukan setengah-setengah, juga tidak dapat dilakukan sambil lalu. Berislam dan menjalankan semua syariah-Nya itu harus juga bersungguh-sungguh.

Jangan sampai ketidaksungguhan kita akan merusak ketaatan, lalu setahap demi setahap melunturkan komitmen kita sebagai orang beriman. Bahkan, beriman secara radikal dalam konteks yang positif juga perlu dilakukan.

Artinya, misalkan ingin berdemokrasi atau bertoleransi, semua itu boleh dilakukan sebagai bentuk ikhtiar. Asalkan tetap berpijak pada nilai-nilai iman dan Islam. Juga, tanpa melangkahi aturan Allah Ta’ala.

Jangan sampai jargon-jargon itu justru mengaburkan identitas kita sebagai orang beriman, hingga tanpa sadar kita sudah termasuk dalam golongan orang yang sekuler, liberal, fasik, dan munafik.

Ingatlah ketika kita pelan-pelan mulai menjauh dari syariah Islam, bahwa kelak kita akan kembali kepada Allah, suka atau tidak suka. Kita juga akan kembali untuk mempertanggungjawabkan apa yang kita lakukan suka atau tidak suka. Dan, kita juga akan menuai hasil dari setiap pilihan-pilihan yang kita lakukan, suka atau pun tidak.

Mari kita ingat kembali kisah Nabi Yunus As yang dilemparkan ke laut. Tidak ada yang menyangka bahwa orang yang paling baik dan paling tekun beribadah di dalam kapal itulah yang justru terpilih.

Namun, Nabi Allah yang satu ini memang telah memilih mengabaikan kaumnya karena kecewa menghadapi kaumnya. Sehingga ia meninggalkan kaumnya, Ninawa, dan meninggalkan tugasnya sebagai seorang penyampai risalah.

Nabi Yunus kemudian ditelan oleh seekor ikan besar dan dibawa ke dasar laut yang gelap. Seolah tidak ada lagi harapan baginya untuk dapat naik ke darat dan menjalani hidup sebagai seorang manusia.

Namun, dengan doa yang dibisikkannya dari hati yang paling tuluslah, Nabi Yunus as dapat selamat dan diampuni Allah Ta’ala. Sebagaimana peristiwanya diabadikan dalam surat Al-Anbiya’ ayat 87-88:

وَذَا النُّوْنِ اِذْ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ اَنْ لَّنْ نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادٰى فِى الظُّلُمٰتِ اَنْ لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ۚ
فَاسْتَجَبْنَا لَهٗۙ وَنَجَّيْنٰهُ مِنَ الْغَمِّۗ وَكَذٰلِكَ نُـْۨجِى الْمُؤْمِنِيْنَ

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, ‘Bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.’ Maka, Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (Surat Al Anbiya’: 87-88).

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button