NUIM HIDAYAT

Kelemahan atau Kebesaran Natsir

Oleh: Mohammad Roem

Asal saja Natsir mau mengurangi menerima tamu, “kesehatannya akan lebih baik”, begitulah keluhan yang sering diucapkan oleh kawan- kawan di Dewan Da’wah khususnya, kawan-kawan seperjuangan pada umumnya. Lebih-lebih itulah senantiasa menjadi keprihatinan Bu Natsir. Sebab kalau Pak Natsir sakit, hampir pasti karena ia terlalu banyak menerima tamu.

Menerima tamu sifatnya “two ways traffic”. Orang tidak dapat menerima tamu banyak, kalau tidak banyak orang yang ingin menemuinya. Dan orang yang banyak dicari orang, bukan sembarang orang. Sudah lama sekali saya melihat Natsir dalam keadaan yang menjadi persoalan dalam sorotan ini. Meskipun saya sudah mengenal Natsir sejak tahun-tahun permulaan Jong Islamieten Bond, dan membaca tulisan-tulisannyaa dalam berbagai majalah, serta sama-sama menjadi peserta di kongres-kongres JIB, tapi baru sesudah sama-sama duduk dalam kabinet Sjahrir III, saya tahu, bahwa Natsir banyak tamunya.

Keluarga Natsir selamanya tinggal di Jakarta. Sebagai Menteri Penerangan ia banyak di Yogya, waktu Yogya menjadi Ibukota Republik. Selama beberapa waktu ia tinggal di Kepatihan Yogya, dimana saya beberapa kali datang untuk menemuinya. Kalau saya datang, maka saya terus ke ruangan duduk yang terbuka. Di ruangan itu beberapa orang sudah hadir. Mula-mula saya mengira mereka itu berada di situ, karena juga mempunyai kamar di Kepatihan seperti Natsir. Kalau Natsir ada, saya terus dilayani, kalau saya harus menunggu, maka saya juga yang pertama dilayani. Tadinya saya tidak menyadari, bahwa hal yang begitu itu tidak luar biasa, karena kami berdua menteri. Maklumlah, kadang-kadang kami lupa, bahwa kami Menteri. Kemudian saya mengerti, bahwa yang hadir di tempat itu semua orang yang ingin ketemu dengannya. Mereka datang dari Yogya, atau luar daerah, jauh dan dekat.

Saya menceritakan ini sesudah menggali kembali yang tersimpan Perdana Menteri, saya menemui lagi keadaan semacam ita. Sebagai Perdana Menteri ia tinggal di Pegangsaan Timur No. 56. Begitu ia berhenti, segera ia kembali di rumahnya Jalan Jawa no. 28. Waktu ia tinggal di rumah itu, saya pernah mengatakan, bahwa rumah Natsir seperti rumah dokter yang menjalankan praktik. Beberapa kali saya datang, sudah ada beberapa orang tunggu untuk ketemu dengan Natsir.

Kalau banyak orang ingin ketemu dengan Natsir, maka ada yang orang ingin mendapat daripadanya, yang tidak ada di lain orang. Saya rasa juga Nasir sendiri mau, atau bersedia, mungkin juga menikmati ketemu dengan orang, dan banyak orang.

Natsir mulai kariernya dalam pemerintahan sebagai Menteri Penerangan. la menjadi Menteri Penerangan, dalam Kabinet Sjahrir II, Kabinet Sjahrir III, Kabinet Presidentil Hatta (29 Januari 1945).

Sebagai Menteri Penerangan memang orang perlu ketemu dengan orang banyak dan kalau Menteri sendiri yang bertemu, maka keterangan itu ia dapat dari tangan kesatu. Saya rasa Natsir adalah salah seorang yang dalam permulaan pembangunan Kementerian Penerangan, banyak peranannya meletakkan dasar-dasar dari Kementerian Penerangan. Barangkali karena itu buat Natsir menjadi kebiasaan untuk mendapat keterangan banyak. Sampai sekarang ia termasuk orang yang “well-informed”.

Waktu Masjumi masih ada, maka menjadi kebiasaan, pemimpin-pemimpin Pusat, secara berkala mengunjungi cabang-cabang. Juga kalau ada konferensi daerah, salah seorang atau beberapa orang dari Pimpinan Partai hadir. Hal itu diperlukan untuk membantu daerah memperkenalkan diri dengan persoalan nasional, dan bagaimana Masjumi melihat soal-soal itu. Saya sendiri sering ikut serta dalam konferensi seperti itu. Perjalanan memakan waktu dan tenaga. Sering juga pada perjalanan ke tempat tujuan atau dari tempat tujuan, kami mampir di tempat-tempat yang kami lalui, dengan direncanakan sebelumnya atau dengan cara mendadak

Yang minta kami mampir ada saja, dan kala yang diminta itu Natsir, maka ia tidak menolak. Ia memang tidak mau atau tidak bisa menolak permintaan rakyat. Wakta Masjumi masih hidup leluasa, maka perjalanan yang demikian itu sering berlangsung. Pada waktu itu kami masih dalam usia tahan perjalanan yang berat. Semangkin umur bertambah, kekuatan badan berkurang, perjalanan tidak berubah beratnya. Karena kadang-kadang sesudah mengadakan perjalanan demikian kami jatuh sakit. Karena frekuensi perjalanan tidak berubah, padahal badan manusia bertambah kurang maka frekuensi sakit dengan sendirinya bertambah. Begitulah saya menyaksikan, bahwa Natsir tiap kali sakit, sesudah pulang dari perjalanan ke daerah.

Hal itu masih berlangsung juga sesudah Masjumi dibubarkan, karena dengan tidak berpolitik daerah-daerah juga masih meminta kami datang untuk memberi pengajian tentang agama Islam. Sampai datang, saatnya, permintaan untuk datang harus ditolak, karena kekuatan badan tidak memungkinkan lagi.

“Kalau Muhammad tidak datang di gunung, maka gunung yang datang pada Muhammad” begitulah kata peribahasa Belanda. Semangkin kurang Natsir mendatangi daerah, semangkin banyak orang-orang yang datang kepada Natsir di Jakarta.

Natsir tidak pernah memikirkan, bahwa ia pada suatu saat akan dipanggil oleh negara untuk menduduki tempat yang bertanggung jawab, seperti menjadi Menteri. Pendidikannya dalam JIB ialah mempelajari Agama Islam. Natsir di waktu mudanya akrab hubungannya dengan Hasan, guru dari Persatuan Islam, yang menyalin Al-Qur’an, dan diberi nama Tafsir Al-Furqon. Menafsirkan Qur’an menghendaki ketelitian dan ketekunan, dan dari guru itulah rupa-rupanya Natsir mendapat sifat teliti dan tekun. Mempelajari Al-Qur’an, berarti mempelajari kehidupan dari segala sudut. Pada waktu Natsir terpanggil untuk menjadi Menteri, ia tidak seperti orang yang belum siap. Saya rasa record Natsir sebagai Menteri Penerangan dalam beberapa kabinet adalah baik. Belum pernah saya mendengar bahwa ia sebagai Menteri Penerangan gagal. Mungkin juga karena kebiasaan mempelajari Al-Qur’an Natsir memperkembangkan bahasa yang baik, yang banyak orang muda mencontohnya. Bahasa Natsir dihargai orang, malah dipuji orang. Menurut Bung Hatta, ada suatu masa, yang Presiden Soekarno tidak mau menanda tangani sesuatu penerangan resmi, yang tidak disusun oleh Natsir.

1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button