OPINI

Korupsi Massal; Bukti Kegagalan Sistem Demokrasi

Kasus korupsi kembali menggemparkan masyarakat kita. Beberapa hari lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 22 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka suap dan gratifikasi pengesahan RAPBD Perubahan Kota Malang tahun 2015. Total, ada 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang menjadi tersangka kasus tersebut. Menurut wakil ketua KPK, Basaria Pandjaitan di Gedung KPK, penetapan 22 anggota DPRD Kota Malang tersebut merupakan tahap ketiga. Hingga saat ini, dari total 45 anggota DPRD Kota Malang, ada 41 anggota yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. (Tribunnews.com/4/9/2018)

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang melihat inti permasalahan dari kasus korupsi massal anggota DPRD Kota Malang adalah lemahnya integritas mereka. KPK telah menetapkan 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap pembahasan APBN-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015. Menurut Saut, konflik kepentingan para anggota muncul dalam proses penganggaran tersebut sehingga meruntuhkan integritas 41 anggota DPRD itu. (Kompas.com/5/9/2018)

Korupsi merupakan salah satu masalah serius di negeri ini. Bagaimana tidak, kasus korupsi saat ini tidak hanya melibatkan satu atau dua orang saja melainkan dilakukan secara berkelompok dan secara sistematis. Praktik korupsi menjamur tidak hanya pada swasta bahkan merambah ke dalam tubuh instansi pemerintahan. Sebagaimana yang terjadi di DPRD Malang yang hanya menyisakan 4 orang anggota, sementara 41 orang menjadi tersangka kasus korupsi.

Sungguh miris, ditengah kesulitan yang dihadapi rakyat, para wakil rakyat menjadi pencuri dibalik topeng wakil rakyat. Lihat saja bagaimana janji para calon wakil rakyat ketika mencalonkan diri sebagai perwakilan dan pelindung rakyat, namun setelah menjabat tidak ada satu janjipun terealisasikan yang berpihak kepada rakyat.

Apa yang menjadi penyebab timbulnya praktik korupsi? Jika kita melihat secara keseluruhan, penyebab korupsi sebenarnya berpangkal pada ideologi yang dipakai saat ini, yaitu demokrasi-kapitalis. Faktor ini dan beberapa faktor lainlah yang menjadi penyebab dan penyubur praktik korupsi saat ini.

Sudah menjadi rahasia umum jika dunia politik memiliki harga besar, membutuhkan dana yang tidak sedikit. Mahar politik sangatlah besar jika dibandingkan gaji dan tunjangan yang akan diterima ketika terpilih menjadi kepala daerah atau caleg. Sehingga membuka celah bagi kepala daerah atau anggota legislatif terpilih untuk melakukan tindakan korupsi. Salah satu contoh adalah kasus penyuapan untuk biaya kampanye. Selain itu untuk mengembalikan dan mengumpulkan modal agar dapat kembali dalam pemilihan periode berikutnya.

Selain mahar politik yang besar, gaya hidup hedonisme yang dijalani para wakil rakyat ini dinilai sebagai pemicu menjamurnya praktik korupsi, baik itu dilakukan oleh anggota dewan sendiri maupun oleh keluarganya. Seolah gaya hidup mewah dikalangan para pejabat menjadi sebuah keharusan dan kejelasan status sosialnya di dalam masyarakat.

Menjamurnya korupsi pun terjadi karena sistem dan berbagai perangkat di dalamnya yang seolah memberikan jalan dan memuluskan aktivitas tersebut. Karena fakta menunjukkan, praktik korupsi tidak hanya melibatkan satu pihak saja namun memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Sehingga tidak heran jika sebelum menduduki jabatan, sang calon pemimpin memiliki visi misi serta sangat ideologis namun ketika telah terjerat dalam lingkaran sistem tersebut ia turut andil dalam praktik korupsi.

Disamping itu, keimanan dan ketakwaan para pemimpin menyebabkan mereka terjerumus ke dalam praktik korupsi. Maka tak heran semua alasan itu menjadi alternatif jalan tercepat untuk memperkaya diri.

Korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Tindakan ini sangat merugikan masyarakat dan negara. Sehingga korupsi termasuk dalam tindakan kriminal.

Di dalam Islam, aktivitas korupsi merupakan perbuatan yang sangat tercela. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah,

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu maka itu merupakan ghulul (harta korupsi) yang akan dibawa pada hari kiamat”. (HR. Muslim)uat) dosa, padahal kamu mengetahui”. (QS. Al-Baqarah[2]: 188).

Dalam pandangan syariat Islam, korupsi termasuk salah satu dosa besar, yaitu ghulul (penghianatan terhadap amanat rakyat). Dilihat dari cara kerja dan dampaknya, korupsi dapat dikatagorikan sebagai pencurian (sariqah) dan perampokan (nahb). Semua tindakan tersebut tergolong dosa besar yang memiliki sanksi serius dalam Islam.

Ghulul adalah tindakan seorang aparat atau pejabat mengambil sesuatu secara sembunyi-sembunyi dan memasukkan ke hartanya. Rasulullah SAW menjelaskan kata ghulul dalam hadis riwayat Adi bin Amirah al-Kindi, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu maka itu merupakan ghulul (harta korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat.” (HR. Muslim).

Berbagai cara penanggulangan korupsi sudah dilakukan saat ini. Dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diharapkan bisa menuntaskan masalah ini. Namun, praktik korupsi malah semakin marak dan merajalela. Ini membuktikan kegagalan sistem demokrasi dalam menuntaskan masalah korupsi.

Padahal ada cara lain yang efektif bisa menuntaskan masalah ini. Itulah sistem islam. Mekanisme sistem Islam (khilafah) dalam mencegah korupsi yakni dengan:

Pertama, sistem Islam akan memberikan gaji yang memadai pada aparatnya, sehingga mereka bisa memenuhi semua kebutuhannya. Inilah jaminan yang diberikan sistem Islam sehingga Apabila semua sudah terpenuhi, tidak ada celah untuk melakukan upaya memperkaya diri dengan korupsi.

Kedua, pemilihan kepala daerah tidak memerlukan biaya setinggi saat ini. Bahkan nyaris tanpa biaya. Karena pengangkatan kepala daerah langsung ditunjuk khalifah. Dengan menetapkan syarat adil dan takwa sebagai ketentuan, selain syarat profesionalitas.

Takwa di sini meliputi sifat akhlak yang terpuji diantaranya takut dan taat pada Allah, amanah, jujur, tawadhu atau rendah hati, qana’ah atau merasa cukup/puas, dan lain-lain). Sehingga mereka memiliki kontrol diri yang kuat untuk tidak mudah melakukan suap atau disuap. Selain itu, sangat dihindari mengangkat kepala daerah yang sangat berambisi untuk berkuasa. Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw: “Kami tidak menyerahkan kepemimpinan ini kepada orang yang memintanya dan tidak pula pada orang yang berambisi untuk mendapatkannya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketiga, untuk mengetahui ada aparat yang korupsi atau tidaknya, sistem Islam menentukan kebijakan perhitungan kekayaan aparat sebelum dan setelah menjabat. Apabila ada selisih yang tidak masuk akal, maka khilafah akan mengambilnya. Praktik ini seperti yang dilakukan oleh Umar bin Khattab.

Keempat, sistem Islam menentukan sanksi yang keras untuk koruptor. Sanksi itu bisa berupa publikasi, peringatan, stigmatisasi, penyitaan harta, pengasingan, cambuk sampai hukuman mati. Ini tergantung jenis kasusnya. Sanksi yang tegas dan memberi efek jera bagi yang melakukannya maupun bagi orang yang menyaksikannya.

Beginilah sistem Islam akan mencegah praktik korupsi dengan penjagaan yang berlapis. Hal ini membuktikan bahwa pemberantasan korupsi sangatlah mungkin dan bukan mimpi dalam sistem Islam.

Sehingga kembali kepada sistem Islam adalah langkah yang tepat agar memilih pemimpin dapat dilakukan secara efektif, tidak mubazir dan menghasilkan kepemimpinan yang shiddiq, amanah, fathonah dan tabligh, memiliki kapasitas dan integritas sebagai seorang pemimpin sehingga tidak ada peluang dalam melakukan tindak korupsi.

Fardila Indrianti, S.Pd
(The Voice Of Muslimah Papua Barat dan Anggota Akademi Menulis Kreatif)

Artikel Terkait

Back to top button