NASIONAL

Kritisi Majelis Masyayikh Ala Menag, HNW: Belum Representasi Tiga Jenis Pesantren yang Diakui UU

Jakarta (SI Online) – Anggota Komisi VIII DPR RI sekaligus Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengkritisi penetapan anggota Majelis Masyayikh sesuai UU Pesantren oleh Menteri Agama, setelah proses pemilihan oleh Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) yang juga pernah dikritisi publik.

Sikap kritis HNW -sapaan akrabnya- tersebut karena belum terpenuhinya asas representatif yang dapat mewakili tiga jenis pesantren yang diakui di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

Padahal, menurutnya, hal tersebut sangat dipentingkan, apalagi ini sebagai bentukan awal, yang akan dirujuk dan menjadi pola untuk yang berikutnya.

Baca juga: Menag Kukuhkan Sembilan Tokoh Pesantren sebagai Majelis Masyayikh, Siapa Saja?

Karenanya mestinya hadirkan “sunnah hasanah” atau tradisi yang baik, benar dan adil, dengan mengakomodasi secara proporsional representasi dari 3 jenis Pesantren yang diakui oleh Pasal 2 ayat (2) UU Pesantren, yakni Pesantren yang mengkaji kitab kuning (Tradisional), Pesantren dengan sistem Muallimin (Modern) dan Pesantren yang padukan antara Ilmu Umum dan Agama.

“Saya mengapresiasi dibentuknya Majlis Masyaikh, serta ditetapkannya para Kiai dan Nyai sebagai anggota Majelis Masyayikh. Namun, baru saja diumumkan, saya mendapatkan masalah yang juga merupakan aspirasi komunitas Pesantren yang mengkritisinya, karena bila diperhatikan komposisi Majlis Masyaikh yang terpilih, maka itu belum merepresentasikan tiga jenis pesantren yang diakui oleh UU Pesantren,” kata HNW melalui pernyataannya yang diterima Suara Islam Online, Kamis (30/12/2021).

Menurut HNW, karena kemungkinan baru mewakili dua dari tiga jenis saja, yaitu Pesantren Salafiyah (yang mengkaji kitab kuning) dan pesantren yang mengintegrasikan antara pendidikan agama dengan pendidikan umum, sementara yang jenis Muallimin (Modern), yang Pesantrennya juga besar dan banyak, malah belum terwakili sama sekali.

“Mestinya Majlis Masyaikh sesuai dengan prinsip Ahlul Halli wal ‘Aqdi, merepresentasikan secara adil dan proporsional semua jenis Pesantren yang diakui oleh UU Pesantren,” ujar HNW.

Ia mengatakan bahwa UU Pesantren mengklasifikasikan adanya tiga jenis pesantren, yakni pesantren yang mengkaji kitab kuning, pesantren berbentuk dirasah Islamiyah dengan pola pendidikan Mualimin; dan pesantren yang terintegrasi dengan pendidikan umum.

“Ini menunjukan bahwa UU Pesantren dibuat dan disepakati berlaku untuk semua kalangan, bukan hanya golongan tertentu saja. Sesuai realita keragaman Pesantren dan perkembangannya, sejak Indonesia belum merdeka hingga UU Pesantren disahkan pada tahun 2019,” jelas HNW.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button