NUIM HIDAYAT

Lebih Baik Cadar atau Jilbab?

Masalah jilbab dan cadar kini masih ramai di masyarakat. Beberapa ustaz menganjurkan murid-muridnya memakai cadar, beberapa ustaz lain menganjurkan muridnya pakai jilbab saja.

Salah satu film di YouTube yang beredar yang membahas hal ini adalah film “My Flag versus Radikalisme”. Saya setuju dengan semangat film itu sebenarnya, yaitu ingin menunjukkan bahwa jilbab lebih baik dari cadar. Tapi caranya yang salah, yaitu dengan berkelahi dan merobek cadar yang dipakai Muslimah lain.

Bila film itu menggunakan gaya dialog ilmiah, antara pemakai jilbab dan cadar, tentu banyak yang mengacungkan jempol. Ditampilkan misalnya apa kelebihan jilbab dibandingkan cadar dengan bukti-bukti ilmiah dan ilmu pengetahuan modern, tentu akan lebih simpatik.

Ketidaksetujuan saya lainnya adalah film ini mempertentangkan bendera Tauhid dengan bendera Merah Putih. Padahal bendera Tauhid ini sebelum merdeka dipakai banyak pejuang kita dalam mengusir penjajah Belanda. Tentu bila saat ini negeri kita berbendera Merah Putih kita hormati. Karena makna merah putih juga bagus. Berani karena benar. Dan bukankah sebuah negara yang penting adalah perilaku penduduk dan pemimpinnya, bukan sekadar lambang negaranya?

Jilbab lebih baik dari cadar benarkah? Bagi saya benar. Karena, kebetulan saya ketika kuliah di IPB, saya mengambil mata kuliah ilmu komunikasi. Dalam ilmu komunikasi –atau lebih tepatnya psikologi komunikasi- faktor wajah menempati hal yang utama. Untuk komunikasi dengan orang lain, kita perlu menatap wajahnya. Apakah ia sedang sedih, gembira, sinis, murung dan lain-lain. Kalau ia bercadar, maka tidak terlihat gambar wajahnya. Jangan-jangan ketika mengatakan iya, mulutnya sinis. Dan seterusnya (Jangan marah lho yang bercadar atau mempunyai istri bercadar, he he).

Jadi dalam komunikasi dengan orang lain, kita tidak perlu melihat rambutnya, tubuhnya, kakinya dan seterusnya. Cukup kita melihat wajahnya maka pesan itu akan sempurna sampai kepadanya. Orang itu berkata jujur atau bohong, bisa dilihat dari raut mukanya (Kecuali tukang tipu, maka harus dites dengan alat kebohongan).

Apalagi bagi seorang guru. Wajah sangat diperlukan agar para murid atau mahasiswa mengenali gerak wajah gurunya. Bagi guru tajwid Al-Qur’an, guru bahasa atau seni suara, gerak mulut di wajah adalah hal yang utama. Makanya jangan heran bila ulama al Azhar melarang guru atau murid menggunakan cadar.

Maka dalam masalah cadar ini kita harus mencari pendapat ulama yang terbaik. Kita tidak bisa berdalil beberapa ulama membolehkannya atau bahkan menyunnahkannya.

Kadang-kadang ijtihad ulama itu sesuai dengan waktunya. Bila kini ditemukan pendapat yang lebih baik, maka pendapat itu yang harus diambil. Asal tetap berdalilkan Al-Qur’an dan Sunnah.

Ilmu komunikasi tentang wajah ini bisa kita katakan universal. Dan dari sini, menurut saya hikmahnya Rasulullah mewajibkan jilbab bagi Muslimah itu, bukan cadar. Memperlihatkan wajah saja cukup –untuk berkomunikasi dengan pria lain- dan tidak perlu memperlihatkan bagian tubuh yang lain. Penampakan wajah wanita itu dimaksudkan agar pria menghormati akal dan akhlak Muslimah itu, daripada menghormati tubuhnya.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button