SUARA PEMBACA

Mereguk Kebahagiaan Sejati

Tahun 2018 baru saja berlalu. Terlalu banyak peristiwa yang terjadi di tahun tersebut yang sangat memilukan hati. Entah itu bencana alam ataupun bencana sosial kemasyarakatan.

Saat ini kita telah memasuki tahun 2019, tahun politik. Di bulan April nanti, rakyat kembali dimabukkan oleh pesta demokrasi lima tahunan. Berbagai janji telah ditebarkan oleh para caleg, partai dan capres-cawapres. Janji adanya perubahan yang lebih baik pun terucap oleh kontestan. Akankah rakyat bisa mereguk kebahagiaan sejati?

Negeri ini telah berkali-kali ganti pemimin. Dimulai dari seorang orator ulung dan membawa Indonesia menjadi macan Asia. Namun di masa kepemimpinannya jua, ideologi komunis berkembang dengan pesat bahkan mendapat tempat di parlemen. Hingga terjadilah pemberontakan G30S/PKI yang menyebabkan putra-putra terbaik bangsa tewas dengan tidak manusiawi akibat pembantaian oleh PKI. Masa kepemimpinannya dikenal dengan masa orde lama. Pemberontakan PKI pun mengakhiri masa orde lama dengan melahirkan seorang jenderal sebagai pemimpin pengganti.

Orde baru pun menggantikan masa orde lama. Di tangan seorang jenderal, julukan macan asia masih tersemat dan swasembada pangan pun senantiasa dirasakan oleh rakyat. Namun, gunung emas di Papua berpindah tangan ke Freeport, sebuah perusahaan milik Amerika. Berkuasa hingga 32 tahun lamanya dan runtuh ketika krisis moneter menimpa Indonesia pada khususnya dan ASEAN pada umumnya. Nilai tukar rupiah terhadap dolar yang mulanya Rp2.000,00 tetiba anjlok ke angka Rp4.000-Rp6.000 di awal tahun 1998. Dan kembali anjlok ke Rp8.000 dan sempat menyentuh angka Rp13.000 pada April 1998. Tahun 1998 terjadilah pergantian pemimpin, dari seorang jenderal ke seorang profesor. Masa orde baru pun berganti dengan masa reformasi.

Banyak harapan rakyat disematkan pada masa reformasi. Berharap di era keterbukaan ini maka setiap aspirasi rakyat bisa diakomodir. Namun sepertinya rakyat masih harus bersabar. Pada saat kepemimpinan seorang ilmuwan yang profesor, Timor-Timor pun lepas dari pangkuan ibu pertiwi. Negeri ini pun berganti pemimpin lagi, lepas dari seorang profesor, hadirlah seorang ulama yang bergelar kyai. Apakah lebih agamis negeri ini? Faktanya, di tengah hiruk pikuk masalah bangsa di masa kepemimpinan beliau, lahirlah goyang ngebornya Inul yang dibela langsung oleh beliau.

Lima tahun berikutnya, negeri ini pun dipimpin oleh seorang perempuan, hasil dari pemilihan presiden langsung yang pertama kali dalam sejarah demokrasi negeri ini. Digadang-gadang seorang perempuan bisa lebih memahami urusan perempuan dan anak. Ternyata tak selesai juga masalah perempuan dan anak, bahkan bertambah banyak, di bawah kepemimpinan beliau. Siklus pun berlanjut, tampuk kepemimpinan beralih ke seorang jenderal lagi. Jenderal yang kharismatik, rajin membuat lagu, dan akhirnya dikumpulkan dalam beberapa album. Menjabat selama dua periode, alias 10 tahun, tentulah banyak hal terjadi dan berdampak langsung pada rakyat. Di masa beliau, pencabutan subsidi BBM pun dilakukan. Berbagai konflik di Ambon, Aceh dan Sampit pun terjadi. Utang luar negeri pun terus bertambah. Hingga kasus bank Century pun tak selesai dan menjadi PR hingga saat ini.

Tibalah masa pergantian pemimpin. Pesta limatahunan yang menyedot banyak dana pun diselenggarakan. Terpilihlah seorang yang katanya merakyat. Faktanya, semakin banyak kesulitan hidup yang dirasakan oleh rakyat. Sistem JKN dengan BPJS nya yang tidak manusiawi dalam menyelenggarakan kesehatan. Kenaikkan harga BBM yang terus menerus. Dollar yang terus meroket. Utang luar negeri yang semakin bertambah. Tak terkendali hingga tak terjangkaunya harga-harga kebutuhan pokok rakyat. Ketidakadilan dan kedzoliman oleh rezim pun sangat dirasakan oleh rakyat. Kasus prostitusi, riba, kriminalitas seakan tak ernah berhenti mewarnai hari-hari di negeri ini. Nasib guru honorer pun kian tak menentu. Ulama, kelompok, intelektual, dan aktivis, yang berpihak pada rakyat, yang loyal pada perjuangan Islam, yang kencang memberikan kritik pada rezim, semua dikriminalisasi. Sementara, semua orang yang berpihak pada rezim, meskipun mereka salah, akan selalu aman dari jerat hukum. Alam pun seakan ikut marah dengan kondisi ini, hingga 3 kali berturut-turut bencana besar melanda negeri ini sepanjang tahun 2018. Terlalu banyak janji yang tak ditepatinya, dan masih ingin mencalonkan diri di pilpres 2019. Itupun masih minta untuk dipilih kembali.

1 2Laman berikutnya
Back to top button