FOKUS MUSLIMAH

Miss Queen: Individu Miskin Iman, Negara Miskin Proteksi

Kontes kecantikan lelaki alias lelaki berdandan ala perempuan digelar di Bali pada bulan September lalu. Tak sekadar berdandan ala perempuan, kontes ini mengokohkan eksistensi para transgender. Mereka yang merasa jiwa perempuannya terjebak di tubuh laki-laki.

Miss Queen Indonesia, jalan menuju Miss International Queen. Itulah kontes kecantikan transgender. Kontes ini digelar untuk menumbuhkan hak transgender di kalangan masyarakat internasional (kabarbanten.com, 27/09/2021). Ajang ini pertama kali digelar pada tahun 2004 di Pattaya, Thailand.

Indonesia telah mengirimkan utusannya sejak tahun 2019 silam. Bahkan di tahun 2019 lalu, Gebby Vesta yang mewakili Indonesia, meraih gelar Miss Congeniality. Sebuah gelar yang disematkan pada kontestan yang memiliki kepribadian baik, ramah dan humble.

Di Indonesia, kontes ini selalu menuai pro dan kontra. Kemenangan Millen Cyrus di Miss Queen Indonesia 2021 dikomen netizen dalam dua kutub. Ada yang mendukung, namun ada pula yang menanyakan apa hebatnya kontes seperti ini.

Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Utang Ranuwijaya turut berkomentar. Menurut beliau, ajang Miss Queen bukanlah prestasi, ia adalah aib (Republika.co.id, 03/10/2021). Kontes Miss Queen seharusnya tak pantas diadakan di Indonesia. Sebab Indonesia berasaskan Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama.

Kontes tersebut seharusnya tak diadakan di Indonesia. Sebab MUI telah mengeluarkan fatwa tentang transgender pada Munas ke-8 tahun 2010. Fatwa tersebut menyebutkan kalau mengganti jenis kelamin (transgender) hukumnya haram. Haram pula pihak yang membantu melakukan ganti kelamin itu.

Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Islam (Persis) Ustaz Jeje Zaenudin. Menurutnya, kontes kecantikan transgender itu bukan kemajuan dan kebebasan. Namun kebablasan atas kebebasan dan peradaban yang jungkir balik (Republika.co.id, 04/10/2021).

Kaum transgender merasa dirinya lahir di tubuh yang salah. Atas nama kebebasan berperilaku di sistem sekuler ini, perasaan seperti itu dilindungi. Terkategori dalam hak atas ototritas seksual. Komnas HAM telah mengeluarkan Prinsip-Prinsip Yogyakarta tahun 2015 lalu. Yaitu prinsip-prinsip pemberlakuan hukum HAM internasional dalam kaitannya dengan orientasi seksual dan identitas jender.

WHO juga telah mengeluarkan transgender dari kategori gangguan mental. Ia dianggap sebagai penyakit, kelainan pada genetik atau kromosom. Lalu kesimpulannya, kaum transgender tetap harus dihormati haknya seperti manusia yang lain. Dan diarahkan pada tenaga ahli jika mengalami kebingungan.

Ironis. Negeri mayoritas muslim ini meratifikasi kesepakatan internasional tentang transgender. Dibela habis-habisan dan difasilitasi untuk tetap menjadi transgender, tanpa menimbang nilai agama, sosial dan budaya. Miss Queen faktanya.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button