FIQH NISA

Muslimah, Wajibkah Bercadar? (Bag-3)

Mengenai ayat kedua, yaitu firman Allah SWT: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (TQS al-Ahzâb [33]: 59)

Ayat tersebut dilihat dari sisi manapun sama sekali tidak menunjukkan kepada (kewajiban) menutup wajah, baik secara tekstual (manthûq) maupun secara kontekstual (mafhûm). Di dalamnya tidak terdapat satu lafazh pun, baik secara lepas maupun integral di dalam kalimat, yang menunjukkan kewajiban menutup wajah, berdasarkan asumsi sahihnya sabab an-nuzûl.

Ayat tersebut mengatakan “yudnîna ‘alayhinna min jalâbîbihinna”, maknanya adalah hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Kata min dalam ayat ini bukan untuk menunjukkan sebagian (li at-tab‘îdh), melainkan untuk menunjukkan penjelasan (li al-bayân), yakni “yurkhîna ‘alayhinna jalâbîbihinna (hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka)”.

Arti kata adnâ as-satr adalah arkhâhu (mengulurkannya hingga ke bawah). Adnâ ats-tsawb (menurunkan pakaian) maknanya adalah arkhâhu (mengulurkan pakaian itu sampai ke bawah). Dan makna yudnîna adalah yurkhîna (mengulurkan sampai ke bawah).

Sementara itu, yang dimaksud dengan jilbab adalah milhafah (semacam mantel atau jubah) dan apa saja yang digunakan menutupi tubuh seperti kisâ’ (jubah) atau yang lain. Atau jilbab itu adalah atstsawb (pakaian) yang dapat menutupi seluruh tubuh. Di dalam Kamus al-Muhîth dinyatakan:

Jilbab itu adalah seperti sirdâb (terowongan) atau sinmâr (lorong), yakni baju atau pakaian yang longgar bagi wanita tanpa baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutupi pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung.

Sedangkan dalam Kamus ash-Shihhâh, al-Jawhârî menyatakan: Jilbab adalah milhâfah (mantel/jubah) dan yang sering disebut mulâ’ah (baju kurung).

Di dalam hadits kata jilbâb dinyatakan dalam makna al-mulâ’ah (baju kurung) yang dikenakan oleh wanita sebagai penutup di sebelah luar pakaian kesehariannya di dalam rumah. Dari Ummu ‘Athiyah ra, ia berkata: “Rasulullah Saw memerintahkan agar kami mengeluarkan para wanita, yakni hamba-hamba sahaya perempuan, wanita-wanita yang sedang haid, dan para gadis yang sedang dipingit, pada hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Wanita-wanita yang sedang haid, mereka memisahkan diri tidak ikut menunaikan shalat, tetapi tetap menyaksikan kebaikan dan (mendengarkan) seruan kepada kaum Muslim. Aku lantas berkata, “Ya Rasulullah, salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab.” Rasulullah pun menjawab, “Hendaklah saudaranya memakaikan jilbabnya kepada wanita itu.” (HR Muslim).

Artinya, wanita tersebut tidak memiliki pakaian (baca: jilbab) yang akan dikenakan di sebelah luar pakaian kesehariannya, dalam rangka keluar rumah. Maka Rasul Saw memerintahkan agar saudaranya meminjaminya pakaian yang akan dia kenakan di sebelah luar pakaian keseharaiannya.

Dengan demikian, makna ayat di atas adalah: bahwa Allah SWT telah meminta Rasul Saw agar mengatakan kepada istri-istri dan anak-anak wanita beliau serta istri-istri kaum mukmin supaya mereka mengulurkan hingga ke bawah pakaian yang mereka kenakan di sebelah luar pakaian keseharian.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button