SUARA PEMBACA

Nalar Kepemimpinan Takkan Kelar dengan Gelar

Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Forum Santri Indonesia (FSI), Sabtu (8/12/2018) mendeklarasikan dukungan kepada Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin pasangan calon presiden nomor urut 01.

Bahkan, FSI punya rencana mendeklarasikan Jokowi sebagai Bapak Santri Indonesia. Irwan Ari Kurnia, Ketua FSI mengatakan, Jokowi dinilai figur pemimpin yang sangat merakyat, lahir dari kampung dan rakyat kecil. Lalu, Kyai Ma’ruf, ulama besar yang akhlaknya sangat mulia sekaligus merakyat. (Suarasurabaya.net)

Menanggapi hal tersebut, memang pemberian gelar ataupun penobatan sebagai Bapak Santri terhadap beliau tidak ada masalah. Terlepas dari alasan apapun karena anggapan bahwa di era kepemimpin beliaulah akhirnya bangsa ini menetapkan tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Tentu hal ini mengingatkan kepada rakyat tentang besarnya peran santri dalam memperjuangkan dan menjaga kemerdekaan bangsa ini.

Tak bisa dipungkiri, perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia mengusir kaum imperialis (penjajah) dari tanah air tercinta tidak lepas dari peranan besar tokoh-tokoh Islam negeri ini. Tak terhitung jumlah tokoh muslim Nusantara ini gugur sebagai syuhada. Bahkan Pemerintah Republik Indonesia mengelarinya sebagai Pahlawan Nasional. Kita ketahui Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Teuku Umar, Bung Tomo, serta masih banyak lagi yang mengobarkan semangat jihad para pejuang untuk berperang memaksa penjajah hengkang dari bumi pertiwi, bahkan menghancurkannya.

Tentunya dengan pemberian gelar pada pasangan capres nomor urut 1. Joko Widodo -KH Ma’ruf Amin sebagai Bapak Santri Indonesia beserta gurunya para santri. Merupakan tugas besar yang harus diwujudkan sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh para pendahulu bangsa ini. Yang senatiasa berada di barisan terdepan dalam membela kepentingan rakyatnya serta mengorbankan segenap jiwa dan raganya untuk mengusir penjajah. Bahkan tidak sudi bergandengan dengan negara penjajah apalagi menjadikan ia sebagai patner berkeluh kesah. Perjuangan yang mereka lakukan bukan karena mereka ingin dikenang dan mendapatkan penghargaan, namun semata- mata ingin membebaskan bangsa ini dari cengkraman dan penindasan kaum kolonialis (penjajah) hingga terusir mundur.

Satu hal yang perlu kita ingat, apakah dengan pemberian gelar dapat berkorelasi terhadap kinerja kepemimpinan beliau nanti? . Kalau yang di perjuangkan itu lebih berpihak kepada para konglomerat barat dan acuh terhadap kondisi rakyat nan kian melarat. Hal itu bisa dilihat dari sepak terjang kepemimpinan saat ini, dimana kebijakan yang pro asing membuat rakyat menjadi terasing dari negerinya sendiri. Sulitnya memenuhi kebutuhan hidup yang kian meroket harganya tak sebanding dengan pendapatannya (Harga jual !masyarakat sangat rendah namun harga beli barang kebutuhan pokok semakin tak terjangkau).

Gelar saja tidak cukup membawa perubahan yang mendasar terhadap kondisi negeri saat ini yang sangat memprihatinkan. Namun lebih dari itu untuk mewujudkan kondisi bangsa yang bermatabat lagi beradab ,dan keluar dari cengkraman kebijakan negara penjajah hingga rakyatnya merasakan keberkahan hidup dunia dan akherat. Maka diperlukan mengangkat seorang pemimpin yang mendedikasikan hidupnya untuk kemaslahatan umat saja. Sebagai jaminan bagi kebahagiaan hidupnya baik didunia maupun di akherat kelak. Besarnya tanggungjawab seorang pemimpin yang harus ia pikul dihadapan rakyatnya maupun di hadapan penciptanya. Oleh sebab itu gelar bapak santri saja tidak cukup kalau dihati memilih mengingkari syariat-Nya.

Mira Susanti
(Aliansi Penulis Perempuan untuk Generasi)

Artikel Terkait

Back to top button