OPINI

Para Rambo di Medan Perang Corona

“Innalillaahi wa inna ilaihi roji’uun…telah berpulang ke rahmatullaah, sejawat kami, adik kami, yg kami sayangi dan hormati, dr Hadio Ali Sp.S, pagi ini pukul 04.00, dg ARDS berat positif covid 19.”

“Smoga Allah memaafkan semua kesalahannya dan mengampuni dosa2nya, membebaskannya dari azab kubur, serta memberikan tempat terbaik baginya di surga, aamiin yaa robbal alamiin…”

Pesan yang disampaikan dr Ani Hasibuan Sp.S di sebuah WAG itu dengan cepat menyebar. Ucapan bela sungkawa, duka cita, dan doa bersahut-sahutan.

Hadio Ali Khazatsin dokter spesialis syaraf lulusan FK UI itu hanya salah satu dari tenaga medis yang meninggal dunia, setelah berjibaku di medan tempur menghadapi wabah Covid-19.

Sebelumnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengakui tiga orang anggotanya meninggal dunia karena terpapar virus corona. Dua lainnya dokter senior ahli bedah dr Djoko Judodjoko asal Bogor, dan dr Adi Mirsa Putra juga dinyatakan meninggal dunia.

Selain ketiga dokter itu seorang perawat di RSCM, Jakarta juga meninggal dunia.

Gubernur DKI Anies Baswedan, Jumat (20/3) mengakui 25 orang petugas medis di Jakarta positif Covid-19, satu diantaranya meninggal dunia.

Meninggalnya para petugas medis ini selain mengundang kesedihan, sekaligus mengundang keprihatinan dan kekhawatiran. Bayang-bayang bahwa bahwa kita tak akan pernah memenangkan pertempuran melawan corona, berada di pelupuk mata.

Peristiwa itu menunjukkan betapa rentannya para petugas medis yang berada di medan tempur terdepan, perang menghadapi Covid-19.

Selain karena faktor kelelahan, mereka harus menghadapi realitas keterbatasan fasilitas RS dan alat pelindung diri (APD).

Mereka seperti Rambo —jagoan dalam film Holywood— yang harus bertempur tanpa senjata dan alat pendukung yang memadai. Jadilah Rambo yang loyo!

Dalam situasi negara menghadapi bencana, tenaga medis —terutama para dokter— adalah aset penting yang harus benar-benar dilindungi.

Mereka lah pasukan yang berada di garda terdepan. Bila sampai mereka kewalahan, apalagi tewas di medan laga karena tak terlindungi dengan baik, siapa yang akan membantu warga. Wabah akan menyerbu warga tanpa ampun.

Jangan sampai ada yang anggap enteng, anggap remeh dan berkata, “ah kan baru tiga orang saja.” “Ah itu kan risiko dari sebuah pilihan profesi.”

Sejak awal para dokter sesungguhnya telah menyampaikan kekhawatirannya. Mereka tidak akan mampu mengatasi perang melawan corona, bila jumlah pasien meledak.

“Bantu kami menahan laju penyebarannya. Bantu kami mengurangi jumlah korban,” ucap Jubir RS Persahabatan, Jakarta dr Erlina Burhan berulang-ulang pada program ILC TVOne.

Karena itu mereka sangat mendukung dan menyerukan adanya gerakan social distancing (menjaga jarak), menghindari kerumunan, dan mengurangi aktivitas di luar rumah.

Syukur-syukur kalau pemerintah berani melakukan lockdown, setidaknya untuk Jakarta dan wilayah lain yang menjadi episentrum penyebaran virus.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button