SUARA PEMBACA

Pembakaran Al-Qur’an, Gagal Paham Soal Kebebasan Berekspresi

Kembali hati kaum muslim terkoyak terhadap aksi pembakaran Al-Qur’an  di depan Kedubes Turki di Stockholm, pada Sabtu (21/1/2023). Masyarakat dunia mengecam. Ribuan kaum muslim turun ke jalan melancarkan protes.

Begitu pun para pemimpin negara muslim seperti Indonesia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Dewan Kerjasama Teluk dan Organisasi Kerjasama Islam, mengutuk keras peristiwa tersebut.

Saat itu pihak keamanan setempat membiarkan dan memberi izin, sebab menganggapnya sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Meskipun pada akhirnya Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson mengecam pula aksi Rasmus Paludan. Menurut Ulf Kristersson, aksi membakar Al-Qur’an  tersebut merupakan tindakan yang sangat tidak sopan. (cnnindonesia, 23/1/2023)

Konon aksi Paludan adalah bentuk protes terhadap Turki yang mempersulit Swedia masuk menjadi anggota NATO. Hanya saja  aktivis Swedia-Denmark ini beberapa kali melakukan tindakan rasisme. Tahun lalu ia bahkan telah dihukum karena memprovokasi kerusuhan di Swedia, dengan aksi tur kelilingnya, sembari membakar salinan Al-Qur’an di depan umum.

Tidak hanya itu, Paludan  pernah berencana membakar Al-Qur’an di Malmo pada Agustus 2020, sehingga ia sempat dilarang masuk Swedia selama dua tahun. Namun pada bulan Oktober, Paludan akhirnya mendapat kewarganegaraan Swedia karena merupakan kewarganegaraan sang ayah.

Rasmus Paludan adalah seorang politisi, pengacara dan ekstrimis sayap kanan Denmark-Swedia. Ia memimpin Partai Politik Sayap Kanan Denmark Stram Kurs (Straight Course atau Hard Line) yang berdiri pada 2017. Pada tahun yang sama, Paludan dipenjara selama sebulan dengan 14 pelanggaran, termasuk di antaranya pencemaran nama baik dan rasisme, karena mengunggah video anti Islam di media sosialnya.

Maka wajar jika kali ini ia kembali berani menista Al-Qur’an. Sebagaimana tindakan sebelumnya yang terang-terangan memusuhi Islam, maka ia akan terus menunjukkan kebenciannya terhadap Islam. Derasnya opini Islamofobia telah merasuk ke banyak kalangan, sehingga akan muncul aktor-aktor baru yang merendahkan Islam.

Sebagaimana terjadi di negara lain, menyusul Paludan, aksi demonstrasi anti-Turki oleh Edwin Wagensveld, seorang politikus sayap kanan Belanda dan pemimpin kelompok Pegida yang dinilai anti-Islam, merobek sejumlah halaman mushaf Al-Qur’an di Den Haag, Belanda, Ahad (22/1/2023). Video Wagensveld di Twitter memperlihatkan dirinya membakar sobekan halaman Qur’an itu dalam sebuah panci. (Tempo.co, 24/1/2023)

Kebebasan berekspresi sebagai salah satu bentuk kebebasan yang diusung oleh sekularisme, nyatanya tidak pernah berpihak pada Islam. Para pengusungnya justru menggunakan  beragam dalih, untuk mendiskreditkan Islam. Maka selamanya ideologi ini tidak akan pernah memberi tempat pada Islam.

Kaum Muslim Butuh Perisai

Tentu tidak cukup dengan kecaman. Islam sebagai sebuah agama, pun mengandung sistem kehidupan. Karenanya Islam membutuhkan institusi yang akan menerapkan sistem tersebut, melindungi kaum muslim, menyebarkan dan menjaga kehormatan agama Allah. Tanpa institusi ini, kaum muslim akan tercerai berai, ajarannya dinista, ulamanya dipersekusi. Institusi inilah yang akan menjadi perisai (junnah) bagi umat.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button