OPINI

Penyatuan Politik Umat Islam Indonesia: Antara Harapan dan Kenyataan (Bagian 3-Akhir)

Sampailah kita pada pertanyaan terakhir, apa saja strategi yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan politik umat Islam Indonesia, termasuk didalamnya apakah perlu penyatuan kekuatan politik umat Islam Indonesia dalam satu wadah?

Friksi perpecahan umat Islam Indonesia paling banyak terjadi ketika menjawab pertanyaan ini, kelompok dan ormas Islam tidak seragam dalam menjawab pertanyaan ini, biasanya mereka terbagi dalam tiga faksi.

Faksi pertama -untuk mudahnya kita sebut faksi akomodatif- yaitu kelompok dan ormas Islam yang melihat tujuan politik umat Islam Indonesia tersebut tidak perlu diungkit kembali karena sebagian besar tujuan tersebut dianggap sudah tercapai, sehingga yang perlu dilakukan adalah mengawal pemerintahan yang ada dan sebisa mungkin masuk untuk mempengaruhi pihak yang sedang berkuasa.

Faksi akomodatif ini lebih senang menikmati kue kekuasaan walaupun kecil. Kaidah ushul fiqh ma la yudraku kulluhu la yutraku kulluhu (apa yang tidak bisa diraih semuanya, tidak boleh ditinggalkan semuanya) menjadi panduan politis bagi faksi ini. Kelompok ini tidak terlalu pusing apakah menggunakan saluran politik formal partai politik atau melalui lobby-lobby pribadi informal, yang terpenting dapat menikmati kue kekuasaan yang ada walaupun minimalis.

Baca juga:
Persatuan Politik Umat Islam Indonesia: Antara Harapan dan Kenyataan (Bagian 1)
Persatuan Politik Umat Islam Indonesia: Antara Harapan dan Kenyataan (Bagian 2)

Faksi ini paling baik ketaatannya kepada pimpinan walau beresiko “dieksploitasi”. Faksi ini juga paling banyak mengerjakan kerja-kerja pembibitan kepada umat paling bawah karena mendapat manfaat multidimensi. Kekurangan faksi ini adalah mudah dimobilisasi untuk kepentingan pragmatis sesaat dan kurang mempunyai konsepsi bernegara secara paripurna. Bagi faksi ini sistem demokrasi dapat diterima sebagai sesuatu yang tidak perlu lagi dicurigai bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Faksi yang kedua adalah faksi yang kita sebut sebagai faksi moderat, yaitu faksi yang berusaha menjaga keseimbangan antar bandul kekuasaan dan masyarakat sipil. Kelompok dan ormas Islam yang berada dalam faksi ini masih melihat negara belum sepenuhnya berpihak bagi kepentingan umat Islam, masih ada “ruang kecurigaan” kepada rezim yang berkuasa dalam hal komitmen melindungi agenda-agenda keummatan. Tujuan politik dari faksi ini banyak diharapkan dijalankan oleh partai politik yang dianggap paling dekat warna ideologisnya.

Pada faksi ini sering terjadi ketidakdisiplinan terkait masalah kepemimpinan. Karena berlimpahnya sumber daya manusia yang terpelajar, maka faksi ini paling rentan mengalami perpecahan. Bisa dikatakan dalam faksi ini berlimpah segala konsepsi tentang bagaimana bernegara yang paripurna tetapi di dalam faksi ini pula paling banyak terjadi miskomunikasi dan misinterpretasi yang menyebabkan niat baik saja tidak cukup.

Merasa lebih pintar dan tidak perlu yang lain menjadi titik lemah faksi ini, sehingga ada kemungkinan sulit melakukan multiplikasi pengikut. Kerja kerja intelektual lebih bergairah dilakukan kelompok ini, tetapi kerja-kerja pembibitan umat di lapangan dengan segala macam problematikanya kurang diminati. Walaupun mulai tumbuh kesadaran ke arah tersebut tetapi daya tahannya tidak sekuat pada faksi pertama.

Faksi ini sebagian besar lahir dari rahim keluarga besar Masjoemi dengan beberapa perkembangan yang sedikit memperkaya gradasi faksi ini. Bagi faksi ini, sistem demokrasi harus diboboti dengan nilai-nilai moralistik yang berasal dari ajaran agama yang bersifat universal, demokrasi harus dikawal supaya tidak menjadi pasar bebas bagi masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai musyawarah. Sistem demokrasi ditempatkan pada posisi yang tidak mengancam prinsip – prinsip syuro dalam Islam.

Sedangkan faksi ketiga adalah faksi yang bisa disebut dengan faksi non-akomodatif, yaitu kelompok Islam yang biasanya jarang berbentuk sebuah ormas permanen tetapi lebih kepada bentuk komunitas-komunitas tapi punya militansi perlawanan yang kuat. Faksi ini banyak menyusun kekuatan melalui jaringan bawah tanah, sebagian besar faksi ini seperti terasing dari kesepakatan yang dihasilkan oleh para Founding Fathers umat Islam Indonesia.

Mereka kurang bergairah untuk berbicara negara dalam nuansa nasionalisme sempit, bagi faksi ini, umat Islam harus punya tujuan politik global yang tidak berhenti pada skop nasional an sich. Terkadang dari faksi moderat bisa bergabung kepada faksi ini karena ketidaksabaran akan proses yang ditempuh oleh kerja-kerja politik pada ranah faksi moderat.

1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button