LAPORAN KHUSUS

Perang Total Bakal Gagal

Pilpres 2019 ternyata bukan sekadar kompetisi dua pasangan calon. Kubu petahana menyebut strategi mereka sebagai perang total.

Puisi Neno Warisman betul-betul menggentarkan. Bukan hanya menggentarkan mereka yang hadir dalam Malam Munajat 212 di Lapangan Monas, Jakarta, Kamis malam (21/02) lalu, tapi juga membuat gentar para politisi dari kubu petahana. Bahkan bukan hanya politisi, juga para pendukungnya.
…..
Namun kami mohon jangan serahkan kami pada mereka
Yang tak memiliki kasih sayang pada kami dan anak cucu kami
Dan jangan, jangan Engkau tinggalkan kami
dan menangkan kami

Karena jika Engkau tidak menangkan
Kami khawatir ya Allah
Kami khawatir ya Allah
Tak ada lagi yang menyembah-Mu
….

Itulah potongan dari puisi panjang yang dibaca Neno sekitar sembilan menit dua puluh detik lamanya. Neno memang sama sekali tidak menyebut atau mendeklarasikan Perang Badar, tetapi mereka yang mengetahui Sejarah Peradaban Islam akan paham. Bahwa pada bait puisi itu ada yang dikutip dari doa Nabi Muhammad Saw menjelang terjadinya Perang Badar Kubra.

Seperti ditulis dalam Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, Jumat pagi pada 17 Ramadhan, tahun kedua hijriyah, setelah meluruskan barisan para sahabat, Rasulullah Saw ditemani Abu Bakar, memasuki tendanya. Di dalam tenda itu Rasulullah Saw bermunajat kepada Tuhannya dan meminta pertolongan yang dijanjikan kepadanya. Rasulullah Saw berkata dalam doanya, ”Ya Allah, jika Engkau membinasakan kelompok kecil ini pada hari ini, Engkau tidak akan disembah.” Abu Bakar yang sangat terharu melihat Nabi Saw berdoa, berkata, “Wahai Nabi Allah, sudah cukup engkau memohon kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Allah pasti memenuhi janji-Nya kepadamu.” Itulah asbabul wurud satu bait puisi Neno Warisman yang menggegerkan itu.

Malam Munajat 212 itu digelar oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta bersama Lembaga Dakwah Front (LDF) dan Majelis Taklim se-Jabodetabek. Temanya “Mengetuk Pintu Langit untuk Keselamatan Agama, Bangsa, dan Negara”.

Reaksi Berlebihan

Reaksi yang muncul atas puisi Neno sebenarnya bisa dibilang terlambat. Bukan hanya terlambat, juga berlebihan. Lebay. Neno membaca puisinya pada Kamis malam 21 Februari, sementara reaksi yang muncul baru pada Sabtu, 23 Februari.

Adalah Ketua PBNU Robikin Emhas yang mulai bereaksi atas puisi Neno melalui pernyataan tertulis yang disebar di kalangan wartawan. Jika Neno dalam puisinya sama sekali tidak menyinggung soal Pilpres, Robikin justru menuduh puisi Neno itu dalam konteks Pilpres.

“Pengandaikan pilpres sebagai perang adalah kekeliruan. Pilpres hanya kontestasi lima tahunan,” tuding Robikin.

1 2 3 4 5 6Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button