NASIONAL

Pj Gubernur DKI Copot Sekda Marullah, Guru Besar IPDN: Harus Melalui Evaluasi, Tidak Main Ganti-Ganti

Jakarta (SI Online) – Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan mengatakan pergantian pejabat struktural Aparatur Sipil Negara (ASN), baik itu Sekretaris Daerah (Sekda) maupun Deputi Gubernur DKI harus melalui prosedur izin dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

“Sudah mengantongi izin untuk mengganti-ganti pejabat itu secara peraturan perundang-undangan dibolehkan. Namun, kalau tidak ada izin pejabat yang berwenang, dia menyalahi peraturan perundang-undangan,” kata Djohan, Jumat, 2 Desember 2022, seperti dilansir Tempo.co.

Jika tidak mengantongi izin dan peraturan perundang-undangan, kata mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri itu, pejabat yang dicopot atau diganti bisa menggugat Kepala Daerah atau Pj Gubernur.

Baca juga: Belum Genap Dua Tahun Sekda Marullah Sudah Dicopot oleh Pj Gubernur Heru, Bandingkan dengan Saefullah

“Ini kalau misalnya tidak ada izin, dia lakukan dan itu jadi tidak sah kalau memang tidak ada izin,” ujarnya.

Birokrat yang pernah ditunjuk sebagai Penjabat Sementara Gubenur Riau ini menegaskan bahwa izin menjadi kunci dalam melakukan perombakan atau pergantian pejabat struktural ASN.

“Kalau ada izin itu diperbolehkan. Hal itu pun dengan alasan-alasan yang jelas, bukan main copat-copot tapi karena ada kekosongan jabatan, karena ada pejabat di organisasi itu meninggal dunia,” kata dia.

Djohan menjelaskan, secara kewenangan Pj Gubernur tidak dapat mengganti pejabat, memutasi, merotasi karena itu adalah kewenangan Kepala Daerah definitif atau Kepala Daerah asli kecuali dengan izin Mendagri dan alasan yang kuat, misalnya karena pejabat yang mengisi jabatan pensiun.

Selain itu, pergantian pejabat membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebab, harus melalui proses evaluasi, seleksi hingga menunggu dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) bahkan jika ada kekosongan jabatan harus dilaporkan.

“Itu cukup lama karena harus melalui evaluasi. Jadi, tidak main ganti-ganti kalau kosong ya harus dilaporkan-memakan waktu karena harus ada seleksi, kalau rotasi boleh juga tapi itu ada waktu evaluasi dulu tentang apa masalahnya, ada kasus apa,” kata Djohan.

“Kalau untuk evaluasi paling tidak membutuhkan waktu sekira – prosesnya satu bulanan kalau evaluasi. Nanti ketemulah bahwa ini harus izin, tambah lagi proses izin sekira dua minggu, baru keluar SK-nya,” ujarnya.

Sumber: Tempo.co

Artikel Terkait

Back to top button