INTERNASIONAL

PM Anwar Sebut Tuduhan Soal Sekulerisme, Komunisme, dan LGBT adalah Delusi

Jakarta (SI Online) – Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim meyakinkan bahwa kelompok LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), konsep negara sekuler dan ideologi komunis tidak akan pernah diakui dalam pemerintahannya.

Pernyataan ini disampaikan saat ia diwawancarai Radio Televisi Malaysia (RTM) dalam program Naratif Khas Bersama Perdana Menteri yang dilansir dari Malay Mail, Sabtu, 7 Januari 2023.

Anwar Ibrahim mengatakan bahwa hal itu hanya diangkat oleh pihak tertentu untuk menyebarkan kebohongan.

“Terkadang para politisi mengatakan bahwa jika Anwar Ibrahim menjadi perdana menteri maka Islam akan hancur, sekularisme dan komunisme akan mendapatkan pijakan, dan LGBT akan diakui. Ini adalah delusi. Tentu saja, itu tidak akan terjadi dan insyaallah di bawah pemerintahan saya ini tidak akan terjadi,” katanya.

Ia membantah desas-desus bahwa Anwar Ibrahim seorang diktator. Dia juga menyatakan bahwa mendapat dukungan dari partai lain. Untuk membuktikannya, Anwar Ibrahim mengajukan mosi tidak percaya di parlemen tahun lalu setelah ditentang oleh oposisi yang mempertanyakan legitimasinya.

“Mosi kepercayaan ini ditentang oleh oposisi. Mereka mengatakan Anwar tidak mendapat dukungan dan dalam sistem demokrasi, cara terbaik untuk membuktikan adalah melalui mosi percaya atau mosi tidak percaya yang tidak diajukan. Jadi saya ajukan ini (mosi) dan Alhamdulillah kami mendapat dukungan kuat. Jadi, pertanyaan saya adalah di mana diktator? Apakah saya melanggar hukum?” katanya.

Di hari pertama sidang, legitimasi Anwar Ibrahim sebagai PM Malaysia ke-10 terbukti ketika mosi percaya yang diajukan oleh Wakil Perdana Menteri Datuk Seri Fadillah Yusof disahkan dengan suara pendukung yang lebih banyak dibandingkan yang tidak.

Disinggung soal gugatan yang diajukan terhadap beberapa orang, Anwar mengatakan hal itu karena tuduhan tersebut menyentuh wibawanya sebagai pemimpin.

“Ribuan tuduhan telah dilontarkan, fitnah telah dilontarkan dan selama beberapa dekade saya telah menerimanya tetapi jika saya merasa terlalu berlebihan karena mempertanyakan otoritas dan kredibilitas saya sebagai seorang pemimpin, maka mereka harus diajari bahwa kebebasan ini bukanlah kebebasan memfitnah,” katanya.

“Kami pakai agama, lalu kami fitnah, kami buat qadzaf (tuduhan), saya minta guru mereka, ustaz (guru agama), untuk mengajari mereka terlebih dahulu sebelum mengajar orang lain,” ujarnya. (Bernama, Malay Mail)

Artikel Terkait

Back to top button