SUARA PEMBACA

Racun Kapitalisme itu Bernama Utang

Pembicaraan seputar utang Indonesia sudah sangat sering dilakukan. Baik di media elektronik, sosmed
hingga pembicaraan darat. Pendapat dari berbagai pakar sudah berseliweran. Nasehat dan alarm sudah  berkali-kali dibunyikan. Namun apa daya, jika paradigma berfikir penguasa berbeda.

Saya bukanlah pakar ekonomi. Namun saya peduli dengan negara ini. Mari berlogika dangkal saja. Negara
ibarat rumah tangga. Bisa dibayangkan bagaimana kehidupan keluarga dengan utang. Apa yang akan
digadaikan jika tidak mampu membayar utang? Anak, tidak mungkinkan? Rumah juga tidak rela kan?
Kendaraan juga kalau bisa jangan.

Sekarang, bila utang Indonesia total jendral sekitar 9000 trilyun, dengan rincian utang yang ditanggung
APBN 4.169 trilyun, utang BUMN non lembaga keuangan 630 trilyun, lembaga keuangan publik sekitar
3.850 trilyun, (cnnindonesia.com). Ini semua utang Indonesia. Yang menyahur Indonesia. Kalau tidak mampu
menyahur, apakah rakyat Indonesia yang akan dijual? Ataukah sumberdaya alam semuanya dikasihkan pihak
yang mengutangi? Ataukah negara ini dijual beserta isinya?

Atau tiap jiwa indonesia harus menyumbang 36 juta? Dengan penghitungan 9000 trilyun dibagi 250 juta
penduduk indonesia. Rakyat kecil dapat uang 36 juta dari mana? Membayar berbagai jenis pajak yang
ditetapkan negara saja sudah kewalahan.

Utang memang diperbolehkan. Baik bagi individu maupun negara. Utang menjadi pilihan jika kondisi
keuangan dalam negeri tidak lagi mampu membiaya kebutuhan primer negara.

Namun perlu diperhatikan, jika krisis keuangan negara itu disebabkan kesalahan dalam pengelolaan
sumber-sumber keuangan, maka keburu ambil utang, tentu tidak tepat. Memperbaiki pengelolaan semua
lini yang menghasilkan uang negara itu yang seharusnya dilakukan.

Jadi, paradigma berfikir kapitalisme, yang menjadikan utang sebagai solusi keuangan negara harus dibuang
jauh. Karena utang hakikatnya adalah racun kapitalisme untuk menjajah suatu negara secara halus. Dan
negara merdeka adalah negara yang tidak memiliki utang. Wallahua’lam.

Puji Astutik
Warga Trenggalek, Jawa Timur

Artikel Terkait

Back to top button