OPINI

Remember KM 50: Tangkap Fadil Imran!

Peristiwa Km 50 tidak boleh dan tidak bisa dilupakan. Pelanggaran HAM berat aparat atas kader atau aktivis umat Islam ini harus diusut tuntas. Proses hukum yang dijalankan waktu lalu hanya dianggap main-main, pelecehan sekaligus pembodohan. Menjadi monumen dari sebuah dagelan hukum.

Jangankan terbongkar siapa aktor intelektualnya, pelaku pembantaian yang sesungguhnya saja masih disembunyikan. Yang tampil kepermukaan adalah pelaku buatan yang kemudian “dibebaskan” oleh hukum. Keenam syuhada itu merupakan korban dari sebuah operasi pembunuhan politik.

Pada awalnya yang hendak ditersangkakan adalah keenam syuhada dengan alasan “menyerang petugas” dan itu yang didisain oleh bos petugas yang bernama Fadil Imran Kapolda Metro Jaya lewat tampilan di depan media pada 7 Desember 2020.

Sambil menjinjing “barang bukti” berupa dua pistol Fadil Imran berakting mencoba untuk meyakinkan. Dengan tersangka di Pengadilan adalah petugas, maka terbukti bahwa Fadil Imran melakukan tindak pidana “obstruction of justice”.

Komnas HAM sendiri telah merekomendasi agar diusut status kepemilikan pistol atau senjata api tersebut.

Fadil Imran sebagai Kapolda seharusnya menjalankan rekomendasi Komnas HAM dan hal itu tidak dilakukan secara konsisten. Lalu diambil alih Bareskrim. Ada dua hutang besar penyidikan atas dasar rekomendasi Komnas HAM yaitu pengusutan kepemilikan senjata api dan pengungkapan penumpang dua mobil yang ikut membuntuti bahkan menembak.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam Rapat Dengar Dapat bersama Komisi III DPR telah berjanji akan membuka kembali kasus Km 50 jika ada bukti baru atau novum “namun demikian apabila ada novum baru, tentunya kami akan juga memproses”, kata Kapolri 24 Agustus 2022.

Novum itu kini telah ditemukan. Perusak CCTV di Km 50 adalah Tim yang dipimpin Acay atau AKBP Ari Cahya Nugraha seorang polisi yang perannya terkuak dalam persidangan kasus Sambo. Ini obyek penyelidikan dan penyidikan baru.

Kemudian bukti baru ditemukan pula dalam persidangan Habib Bahar Smith di Bandung mengenai kondisi jenazah saat dimandikan yang mengindikasikan bahwa telah terjadi penyiksaan pada korban sebelum para korban ditembak mati. Artinya keenam syuhada tidak dibunuh di dalam mobil.

Novum lain adalah pengakuan sopir mobil derek yang menyatakan di Km 51 tidak ada peristiwa apa-apa, mobil yang didalihkan di dalamnya telah terjadi penembakan ternyata bergerak normal-normal saja. Tidak terlihat tanda-tanda insiden. Para syuhada itu diduga disiksa dan ditembak di tempat lain.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button