NUIM HIDAYAT

Rusaknya Politik tanpa Tasawuf

Politik kita saat ini cenderung liberal. Meniru cara cara Barat dalam teori maupun aksinya. Mengesampingkan ilmu tasawuf yang sangat penting dipunyai sebelum aktor politik terjun ke dunia politik.

Politik dan tasawuf seringkali ‘berbeda’. Bila politik cenderung pamer aksi, maka tasawuf menganjurkan seseorang menyembunyikan aksi kebaikannya. Bila politik cenderung pamer gambar, maka tasawuf mendorong orang agar Ikhlash dalam berbuat. Gambar atau foto yang menunjukkan ujub atau riya’ cenderung dihindari.

Dunia politik kita yang mengesampingkan tasawuf akhirnya membuat ruwet masalah. Pejabat cenderung berfikir naik jabatan apapun caranya dan rakus harta. Politisi cenderung pamer aksi dan bermewah mewah dan seterusnya. Politik hanya bervisi duniawi, ukhrawi dihilangkan. Politik hanya untuk kuasa, unsur penting dakwah dilupakan.

Maka dalam dunia politik saat ini yang penting adalah liputan media. Yang penting adalah tampilan aktor politik di publik. Ketika aktor sendirian atau di keluarga menzalimi dirinya sendiri, atau rusak rusaknya gak masalah. Asal gak diliput media no problem.

Visi politik duniawi menjadikan penghalalan segala cara. Sogok menyogok gak ketahuan gak masalah. Zina gak ketahuan masyarakat gak masalah dan seterusnya. Kerusakan moral gak masalah asal nggak diliput media.

Akibat lebih lanjut adalah adanya saling sikut antar partai hanya memperebutkan kuasa dan harta. Bahkan saling sikut juga terjadi antar anggota partai itu. Kalau dia lihat temannya lebih terkenal ia iri, ingin menjatuhkan temannya yang terkenal itu

Mungkinkah menggabungkan tasawuf dengan politik? Mungkin meski sulit. Dan memang orang orang terpilih yang bisa menjalani kesulitan ini. Mestinya partai Islam bisa menggabungkan antara tasawuf dan politik. Antara dakwah dan politik.

Boleh nama aktor politik dipasang dimana mana tapi tujuan dia adalah untuk dakwah. Tujuannya adalah agar dengan keterkenalan itu ia mudah untuk mengajak orang ke jalan Allah. Mengajak orang agar selamat dunia akhirat. Ia menjaga perilakunya sesuai dengan syariat baik ketika banyak orang maupun sendiri. Ia mungkin menceritakan kebaikannya kepada publik. Tapi kebaikan itu diceritakan dengan niat agar masyarakat mencontohnya dan masyarakat menjadi cinta pada kebaikan.

Diantara aktor aktor politik yang bisa menggabungkan tasawuf dan politik diantaranya Tjokroaminoto, Natsir, Agus Salim dan Buya Hamka. Mungkin banyak lagi yang bisa kita sebut. Tapi saya hanya ingin sekelumit mencontohkan empat orang itu.

Tjokroaminoto bagaimana kesederhanaan dan sikap rendah hatinya, kalau berkunjung ke daerah daerah ia bawa kasur lipat sendiri. Ia tidak ingin menyulitkan tuan rumah.

Natsir bagaimana kesederhanaannya menjadi menteri dengan jas tambalan dan mengembalikan mobil dinas ke negara. Natsir juga dengan rendah hati menerima tamu dari semua kalangan. Dari pengurus masjid sampai perdana menteri.

Agus Salim mesti kepintarannya diakui dunia, tapi kesederhanaan rumahnya mengagumkan. Ia sering kontrak rumah dan nampaknya baru di masa tuanya ia punya rumah.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button