SUARA PEMBACA

Serapan Anggaran Rendah, Bu Menteri Gagal Mengelola?

Bu Menteri Sri Mulyani kembali menyita perhatian publik. Akhir tahun tinggal dua bulan lagi, tetapi dana sekitar Rp1.200 triliun dalam APBN untuk belanja negara belum terserap dengan baik. Bu Menteri pun meminta semua anggaran tersebut digunakan agar segera habis.

Saat kondisi rakyat begitu sulit, mengapa serapan anggaran begitu buruk? Sudahkah APBN digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat?

Dalam Seminar Strategi Capai Ekonomi Kuat & Berkelanjutan di Tengah Risiko di Jakarta pada Jumat, 28 Oktober 2022, Sri Mulyani membeberkan bahwa ada dana sekitar Rp1.200 triliun dalam APBN untuk belanja negara belum terserap. Bu Menteri pun memastikan dana yang sangat besar tersebut dapat dieksekusi semua.

Diketahui, anggaran lebih dari seribu triliun tersebut merupakan sisa belanja negara yang belum terserap selama Januari hingga September 2022. Sementara total belanja negara yang dianggarkan dalam APBN tahun ini adalah Rp3.106,4 triliun. Alhasil, dana belanja yang telah terealisasi baru sebesar Rp1.913,9 triliun atau 61,6 persen. Seluruh dana yang harus dibelanjakan itu pun tersebar di seluruh kementerian, lembaga, maupun daerah. (tempo.co, 30/10/2022).

Tidak sedikit ekonom yang angkat bicara mengomentari fakta yang dibeberkan oleh Bu Menteri. Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, misalnya. Ia menyebut buruknya serapan anggaran tersebut sejatinya tidak baik bagi perekonomian negara.

Bhima pun mencontohkan salah satu efeknya adalah penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan UMKM, serta perlindungan sosial yang seharusnya lebih besar dan cepat cair, tidak berputar ke masyarakat. Selain itu, serapan anggaran yang buruk, juga dapat membuat kementerian lembaga berlomba-lomba melakukan perjalanan dinas di akhir tahun. (tempo.co, 30/10/2022).

Managing Director Political Economy and Policy Studies, Anthony Budiawan, pun turut berkomentar. Dalam akun Twitter-nya pada Senin, 7 November 2022, ia mencuit bahwa ini jelas menunjukkan kegagalan pemerintah dalam mengelola keuangan negara. Surplus APBN begitu besar, tetapi PPN dan harga BBM dinaikkan dengan alasan APBN akan jebol, yang terbukti hanya isapan jempol alias pembohongan publik, dan kejahatan kepada rakyat.

Kejahatan kepada rakyat, inilah fakta yang tak terbantahkan. Publik pasti masih ingat, dengan alasan membebani APBN, pemerintah dengan teganya mengurangi subsidi dan menaikkan harga BBM. Belum lagi sederet kebijakan yang makin mencekik rakyat, yang lagi-lagi dikeluarkan dengan alasan yang sama.

Kini, lupa-lupa ingat atau entah bagaimana, Bu Menteri dengan tanpa malu membeberkan bahwa serapan anggaran masih begitu rendah. Mirisnya, alih-alih sisa anggaran direalisasikan untuk menuntaskan kesulitan rakyat, kabarnya Bu Menteri justru merealisasikan pembayaran kompensasi pada PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) sebesar Rp163 triliun. (cnbcindonesia.com, 4/11/2022).

Miris memang, dana APBN yang sejati bersumber dari rakyat, justru gagal dikelola. Hal ini makin menunjukkan bahwa kinerja pemerintah tidaklah baik. Di sisi lain, menggambarkan ketidakjelasan arah pembangunan negeri, yang tidak bertujuan pada kebutuhan dan kemaslahatan rakyat. Alih-alih demi kemaslahatan rakyat, yang tampak justru demi kepentingan oligarki kapital.

Ya, menjadi rahasia publik bagaimana ambisi tuan penguasa dalam mewujudkan proyek-proyek infrastruktur, bahkan tidak sedikit yang berujung mangkrak. Sementara di sisi lain, layanan publik tampak belum optimal, anggaran riset dan hankam disunat, narasi defisit anggaran pun kerap dimunculkan demi pengurangan subsidi untuk rakyat. Eh, kini fakta bicara, dana tidak terserap dan bersisa.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button