OPINI

Sistem Kufur Pencetak Generasi Rusak

Berbagai kasus yang saat ini menimpa sebagian besar remaja semakin memprihatinkan. Sebut saja peristiwa hamil massal yang dialami 12 siswi SMP di satu sekolah di Lampung. Temuan di salah satu daerah di Bumi Ruwa Jurai tersebut, menjadi perhatian serius Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Lampung. Menurut direktur PKBI Lampung, Dwi Hafsah Handayani, 12 siswi SMP di satu sekolah di Lampung diketahui hamil tersebut, terdiri dari siswa di kelas VII, VIII, dan IX.

Lebih lanjut PKBI Lampung mendapat temuan lain yakni sebanyak 20% pelanggan PSK adalah siswa SMA. Jadi dari 10 pelanggan seorang pekerja seks, 2 orang di antaranya adalah pelajar. Mereka awalnya ingin coba-coba, tahu dari teman, sampai ada yang langganan meski jarang. Bahkan, ada pelajar yang pacaran sama pekerja seks. (TribunLampung.co.id/2/10/2018)

Tidak hanya itu, beberapa kasus terkait penyimpangan remaja pun terjadi. Hal tersebut terkait dengan penyimpangan perilaku seksual yang terjadi di kalangan remaja usia sekolah. Antara lain peristiwa beberapa hari lalu yang menghebohkan warga Garut terkait adanya grup gay pelajar di facebook. Yang mencengangkan adalah anggota grup tersebut mencapai 2500 orang. (Tribunnews.com/10/10/2018)

Persoalan ramaja di atas sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari gaya hidup sekuleris-kapitalis. Betapa tidak, dalam sistem ini agama dipisahkan dari kehidupan manusia. Sehingga wajar jika agama hanya dijadikan sebagai bagian dari ritual di dalam tempat ibadah saja. Hal ini pula terjadi kepada kaum muslim, Islam hanya dikaitkan dengan ibadah-ibadah maghdah saja, seperti sholat, puasa, zakat, dan lain sebagainya, namun diluar daripada itu agama tidak dipakai. Sehingga yang terjadi adalah memilah syariat Allah yang sesuai dengan perasaan dan kebutuhan saja, jika tidak sesuai maka akan ditinggalkan.

Kerusakkan remaja hari ini, telah nyata terjadi akibat sistem kehidupan yang rusak di negeri ini. Begitu banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya kerusakkan moral para remaja dewasa ini. Ajaran Islam ditinggalkan, berganti dengan kebebasan dan liberalisme yang terus menerus dipaksakan kepada generasi saat ini. Ini dibuktikan melalui berbagai tayangan televisi yang sarat akan hal-hal negatif. Belum lagi keadaan masyarakat yang dijejali budaya liberal, hingga di sekolah melalui sistem pendidikan sekular.

Dari sinilah lahir berbagai sikap dan perilaku liberal yang mengagungkan kebebasan individu. Manusia bertindak atas dasar akal dan perasaannya saja, bukan lagi berdasarkan hukum syara’. Ini tentu menjadi kekhawatiran yang besar bagi kelangsungan generasi Islam ke depan.

Kebebasan berperilaku serta gaya hidup manusia saat ini bersandar pada siklus keinginan yang tiada putusnya. Yang terjadi adalah usaha untuk pemenuhan kebutuhan akan suatu hal yang baru, yang diinginkan tanpa peduli apakah hal tersebut sesuai dengan hukum syara’ atau tidak. Hal ini diperparah dengan perkembangan teknologi dan media digital yang semakin canggih, sehingga remaja dengan mudah mengakses segala sesuatu, sehingga wajar saat ini gadget menjadi salah satu alat yang diminati oleh remaja.

Media digital yang sejatinya adalah produk Barat nyatanya menjadi alat menyebarkan berbagai pemikiran dan budaya kufur. Hal ini terlihat jelas dari kemudahan akses serta berbagai fiture layanan yang mudah dijangkau, tak jarang hal ini disalahgunakan oleh remaja. Sebagai contoh berbagai konten porno dengan mudah diakses oleh masyarakat khususnya remaja tanpa ada pengawasan dari orang tua maupun pemerintah.

Hal ini dibarengi dengan serbuan budaya Barat yang memasuki kehidupan kaum muslim khususnya remaja, dengan menjajakan berbagai jenis musik, mode, film, artis idola, bahkan gaya hidupnya. Hal ini dianggap wajar karena inilah zamannya globalisasi dimana dunia seakan tak terbatas, segala potensi yang dimiliki manusia seolah ingin diekspresikan sebebas-bebasnya. Namun ketika akhirnya remaja-remaja mereka rusak akibat jerat kehidupan liberal, barulah para orang tua kebingungan mencari solusi. Solusi yang diambil pun ternyata pragmatis dan parsial sehingga malah melanggengkan kehidupan sekuler-kapitalis, solusi yang sangat jauh dari Islam.

Begitu pula menjamurnya budaya hedonistik-permisif, yakni budaya hura-hura dan serba boleh. Boleh berpakaian minim atau seksi untuk mengekspresikan diri, boleh berpacaran dan bermesraan, apabila terjadi hal yang tidak diinginkan seperti terjerat obat-obatan terlarang, terkena penyakit kelamin, hingga hamil di luar nikah, maka langkah cepat yang diambil adalah dinikahkan bahkan tidak jarang tindak aborsi menjadi langkah terakhir, Na’uzubillah.

Kerusakan Generasi Akibat Persoalan Sistemik

Persoalan di atas adalah sebagian kecil dari keseluruhan masalah yang ada saat ini. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat seharusnya mampu menjalankan peran dan fungsinya sebagai tempat pembentukan awal remaja, namun saat ini kehidupan masyarakat yang konsumtif ditambah ekonomi yang semakin sulit menyebabkan orang tua bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pada akhirnya, fungsi dan peran sebagai orang tua terabaikan.

Kontrol masyarakat dalam menghadapi perilaku remaja pun tidak berjalan dengan baik. Masyarakat saat ini lebih mengedepankan sikap egoisme, inilah mengapa dalam melihat pergaulan remaja yang rusak di depan matapun dianggap hal wajar, bahkan berusaha menghindarkan diri agar tidak terkena masalah.

Institusi pendidikan sebagai unsur penting pembentukan kepribadian remaja pun turut andil dalam kerusakan remaja. Sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini berpusat pada pengetahuan remaja saja tanpa menancapkan ilmu tersebut berdasarkan pemahaman agama yang kuat. Ini dibuktikan dengan jumlah jam mata pelajaran agama yang sangat sedikit bila dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Yang terjadi adalah lemahnya penanaman aqidah terhadap Allah Ta’ala, sehingga agama dipahami sesuai dengan pandangan dunia Barat mengenai konsep ketuhanan.

Kurikulum pendidikan juga menjadi sarana dalam menyebarkan paham-paham sesat buatan Barat seperti pluralisme dan liberalisme. Remaja ditanamkan pemikiran seperti toleransi yang mengarah kepada pengakuan kebenaran semua agama. Kebebasan dalam berpikir, berpendapat maupun bertingkah laku.

Hal diatas semakin lengkap oleh penguasa yang terkesan menutup mata. Solusi yang diberikan baik dari penguasa belum mampu menyentuh akar persoalannya. Sebagai contoh, tingginya angka kehamilan remaja usia sekolah tidak bisa diselesaikan hanya dengan menikahkan atau memberi penyuluhan kepada remaja untuk “mengamankan” kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi. Begitu pula dengan kasus perkumpulan remaja LGBT. Namun perlu ada solusi tuntas dalam menyelesaikan persoalan tersebut yakni bagaimana mengatur kembali sistem pergaulan remaja yang sesuai dengan hukum syara’.

Kembali Kepada Sistem Islam

Segala persoalan yang terjadi pada remaja merupakan buah dari penerapan sistem sekuler liberal yang melahirkan generasi rusak. Islam sebagai agama yang paripurna hadir untuk memecahkan segala problematika yang dihadapi oleh manusia, baik dalam tatanan individu, masyarakat maupun negara. Sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nahl ayat 89 yang artinya, ” Kami telah menurunkan kepadamu (Muhammad) Al-Qur’an sebagai penjelas segala sesuatu; juga sebagai petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang Muslim.” (TQS. An-Nahl[16]: 89)

Di dalam Islam, segala sesuatu yang berkaitan dengan manusia, alam semesta dan kehidupan diatur oleh Allah SWT. Terkait permasalahan remaja, Islam telah memberikan batasan yang jelas dalam pergaulan laki-laki dan perempuan, antara lain diharamkan untuk berkhalwat (berduaan) dengan yang bukan mahramnya. Hal ini dengan tegas dijelaskan di dalam surah Al-Israa’ ayat 32 yang artinya, “Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (TQS. Al-Israa’: 32)

Islam juga melarang adanya aktivitas campur baur (ikhtilat) antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya alasan syar’i, seperti di dalam muamalah, pendidikan, maupun kesehatan. Hal ini sebagai bentuk penjagaan Islam terhadap kehormatan dan kemuliaan manusia agar tidak terjerumus dalam perilaku sesat. Hal ini tentu dikuatkan melalui institusi keluarga sebagai pilar pengokoh kepribadian remaja. Sehingga baik orang tua maupun anak dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sesuai dengan syariat Allah.

Sistem sosial dalam Islam mampu mengkondisikan lingkungan masyarakat yang bersih dan terjaga dari segala hal yang dapat merusak keluarga. Batasan pergaulan antar laki-laki dan perempuan terjaga, salah satunya dengan diwajibkannya perempuan menutup aurat dan mengenakan jilbab ketika berada dalam kehidupan umum, misalnya saat keluar rumah. Begitupun dengan laki-laki yang diwajibkan menjaga batasan-batasan auratnya dengan sempurna. Hal ini secara tidak langsung mampu membantu laki-laki dan perempuan dalam menjaga pandangannya dan menundukan syahwatnya.

Media yang beredar baik media digital maupun media sosial dipastikan berisi konten-konten yang mengedukasi masyarakat khususnya remaja, jauh dari unsur pornografi dan konten buruk. Di dalam Islam, pemerintah memiliki andil yang besar dalam mengatur dan mengontrol segala aktivitas yang berkaitan dengan kemaslahatan umat.

Sistem sanksi di dalam Islam juga memiliki hikmah yang sangat besar. Islam memberikan sanksi kepada kepala keluarga yang terbukti lalai dalam mengurus keluarganya, serta memberikan hukuman jilid dan rajam bagi pelaku zina sesuai dengan Al-Qur’an dan hadits. Hal ini bersifat sebagai pencegahan (preventif) dan memberikan efek jera baik bagi pelaku maupun orang lain.

Namun semua itu tidak dapat terwujud tanpa adanya institusi pemerintahan Islam, karena hanya dengan sistem pemerintahan Islam yang mampu menerapkan seluruh aturan-aturan Allah SWT, sebagai pedoman manusia dalam mencapai kemuliaannya sebagai umat yang terbaik.

Fardila Indrianti, S.Pd
(The Voice of Muslimah Papua Barat)

Artikel Terkait

Back to top button