REMAJA

Split Personality, Ancaman bagi Generasi

Dissociative Identity Disorder (DID) atau Split Personality adalah suatu kondisi psikologi yang rumit dimana penderitanya memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda-beda, dan secara bergantian mengambil alih kesadaran individu yang mengalaminya.

Dikutip dari hallosehat.com, Beberapa dari kita sering mengalami disosiasi, alias keadaan di mana kita terbawa suasana, daydreaming, saat sedang melamun atau saat sedang bekerja. Gangguan identitas disosiatif adalah bentuk disosiasi yang lebih parah, mengakibatkan seseorang kehilangan kontrol atas pikiran, memori, perasaan, perbuatan, hingga kesadaran atas identitasnya. Identitas yang berbeda ini biasanya juga memiliki dengan nama yang berbeda, temperamen yang berbeda, bahkan self-image yang juga berbeda.

Pengidap gangguan kepribadian ganda biasanya memiliki banyak faktor. Tetapi kebanyakan mereka yang terlibat dalam gangguan dissociative, biasanya memiliki latar belakang traumatis di masa lalunya. Bisa berupa penyiksaan baik secara fisik maupun emosional yang berulang-ulang atau bahkan pelecehan seksual. Keadaan tersebut diperparah oleh penerapan sistem sekuler, himpitan kehidupan dan rendahnya keimanan.

Sehingga ketika seorang individu dilanda sebuah musibah dalam kehidupan, seseorang tidak memiliki penopang yang menguatkan. Ketidakmampuan menghadapi sebuah musibah membuat seseorang menciptakan pertahanan diri dengan menciptakan kesadaran lain diluar kesadarannya. Hal ini dilakukan agar bisa terlepas dari trauma hebat yang dialaminya. Dengan kata lain mencari zona aman dalam pikiran yang justru memiliki dampak yang jauh lebih berbahaya.

Jika dilihat lebih jauh, kondisi semacam ini semakin menjamur. Akibat tekanan sistem yang diterapkan serta lemahnya akidah. Dengan adanya penerapan sistem sekuler telah menyebabkan rusaknya pemikiran di tengah masyarakat. Dimana dengan memisahkan agama dari kehidupan melahirkan pribadi berstandar ganda. Menganggap agama hanya sebagai ritual ibadah mahdhoh yang tidak pantas mengatur dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh yang paling sering kita jumpai ialah seorang Muslimah yang menutup aurat ketika shalat, namun setelah selesai kembali buka-bukaan aurat. Atau seperti kasus Enzo yang sempat menyita perhatian. Menampakkan keislaman namun berbuah polemik. Karena ada segelintir kaum muslim yang alergi terhadap identitas agamanya sendiri.

Sayangnya penyakit ini tidak hanya diderita oleh individu-individu saja. Tetapi telah merasuk hingga ke perguruan tinggi. Bahkan yang berlatarbelakang perguruan tinggi Islam. Dimana keberadaan cadar justru dilarang bahkan untuk para pengemban dakwah Islam juga dimusuhi. Sampai pada akhirnya ada yang berakhir dengan kriminalisasi dan dijatuhi sanksi.

Sungguh ironis, karena ini hanya segelintir fakta yang ada. Padahal jika kita amati di sekeliling kita ada banyak kasus kepribadian ganda lainnya. Semoga kita bukan termasuk di dalamnya.

Dalam Islam setiap individu dibentuk untuk memiliki kepribadian Islam (sakhsiyyah Islamiyyah). Kepribadian yang khas. Yang terbentuk oleh pola pikir Islami (aqliyah Islamiyah) dan pola sikap Islami (nafsiyah Islamiyah). Pola sikap Islami menjadikan kaum muslim memiliki pemahaman tentang akidah serta hukum-hukum syara’. Sedangkan pola sikap Islami menjadi manifestasi pelaksanaan dari pemahaman yang telah dimiliki.

Kepribadian Islam membentuk individu yang tangguh. Paham akan tujuan penciptaannya. Sehingga setiap perbuatannya hanya semata-mata untuk mencari ridho Allah. Maka ketika ada ujian yang datang menghadang, tidak membuat hatinya menciut. Karena tersemat keyakinan bahwa Allah selalu ada bersamanya. Ujian yang datang justru dijadikan sebagai ladang untuk meraup pahala. Dengan cara bersabar dan terus berikhtiar.

Kepribadian Islam bisa saja dimiliki oleh semua orang. Asalkan syariat Allah tidak dijadikan prasmanan apalagi pajangan. Tetapi syariat Allah harus diterapkan secara menyeluruh untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Wallahu a’lam bishshawaab.

Kunthi Mandasari
(Member Akademi Menulis Kreatif)

Back to top button