NUIM HIDAYAT

Sunan Prapen, Wali yang Mengislamkan Lombok dan Sumbawa

Terletak di atas sebuah bukit di Kecamatan Kebomas, Gresik Jawa Timur, makam Sunan Prapen berjarak sekitar 500 meter dari makam kakeknya, Muhammad Ainul Yakin alias Sunan Giri. Makam Sunan Prapen masih bisa dikunjungi peziarah, sedangkan makam Sunan Giri ditutup total untuk pengunjung selama musim pandemi ini.

Guru Besar Sejarah Kebudayaan Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Ali Mufrodi, mengatakan bahwa Sunan Prapen mewarisi kekuasaan kakeknya, Sunan Giri, di Giri Kedaton, yang kini masuk wilayah Gresik. “Giri Kedaton adalah kerajaan yang menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Jawa bagian timur hingga ke wilayah Nusa Tenggara,” kata Ali.

Menurut Ali, sejak Sunan Giri berkuasa, Giri Kedaton adalah daerah merdeka. Ada cerita bahwa Majapahit berupaya menundukkan Giri pada pertengahan abad ke 15, tetapi gagal. Penyebabnya prajurit Majapahit tiba-tiba diserbu oleh ribuan tawon. Serbuan tawon ini, menurut Ali adalah karamah Sunan Prapen, meski peristiwa ini belum dipastikan kebenarannya.

Cucu Sunan Giri ini naik takhta menggantikan saudaranya yang bergelar Sunan Dalem pada 1548. Sunan Prapen memiliki nama asli Raden Fathikal. Ia memerintah Giri dalam periode yang panjang dan membawanya menjadi kerajaan Islam yang terkemuka di Jawa menggantikan Demak, yang pengaruhnya merosot setelah kematian Sultan Trenggana.

Sunan Prapen ibarat paus bagi raja-raja Jawa. Ali Mufrodi mengatakan, Giri di bawah Sunan Prapen cukup maju karena memiliki pelabuhan besar, yang menjadi pintu utama perdagangan ke wilayah timur. Pelabuhan Giri menggeser pelabuhan tradisional Majapahit di Tuban. “Posisi kerajaan Giri Strategis karena jalur darat dan lautnya menunjang,”ujar Ali. (Lihat buku Wali Nusantara Jejak Perjalanan Syiar, Tempo, KPG 2020).

Karena memiliki jalur transportasi laut, tak sedikit santri dari Giri Kedaton yang dikirim berdakwah hingga ke kepulauan Nusa Tenggara. Sunan Prapen aktif berdakwah juga. Tak mengherankan bila jejaknya ditemukan di Nusa Tenggara Barat, terutama di Pulau Lombok.

Dalam dakwahnya, kata Ali, Sunan Prapen menggunakan pendekatan kebudayaan. Ia menyampaikan ajaran Islam menggunakan wayang kulit. Cerita Mahabharata dan Ramayana ia ubah menjadi wayang Lombok. Sunan Prapen seperti membawa rombongan kesenian.

Wayang Lombok berkisah tentang tokoh-tokoh Islam, seperti Hamzah, Umar bin Khatab dan Ali bin Abi Thalib. Para ulama yang datang bersama Sunan Prapen dari Jawa juga menggunakan cara formal dalam mendakwahkan Islam. Mereka melakukan pendekatan intensif kepada raja-raja local di Lombok, termasuk Selaparang. Keluarga kerajaan tersebut bersedia memeluk Islam diantaranya karena diberitahu bahwa raja-raja di Jawa sudah memeluk Islam. Sunan Prapen membawa dakwahnya dengan damai.

Di Lombok saat itu terdapat sejumlah kerajaan kecil yang berdaulat. Meski begitu, mereka menginduk pada kerajaan besar, seperti Bayan dan Selaparang. Setelah Raja Selaparang memeluk Islam, upaya mengislamkan kerajaan-kerajaan kecil di sana menjadi lebih mudah. Dengan rajanya memeluk Islam, rakyatnya pun berbondong-bondong memeluk Islam.

Menurut Asnawi dalam bukunya “Respons Kultural Masyarakat Sasak terhadap Islam“, Sunan Prapen dan rombongannya berlaku lemah lembut dan tidak membuat perubahan yang ekstrem. Agama diajarkan sesuai dengan kemampuan mereka yang menerimanya. Jika telah berhasil mengislamkan satu desa, mereka berpindah ke desa lain dengan meninggalkan seorang kiai untuk menyempurnan ajaran di sana.

Sunan Prapen datang ke Lombok tidak sendirian. Ia bersama sejumlah ulama dan seribuan anggota pasukan datang ke sana pada 1505. Salah satu tangan kanannya adalah Lembu Mangkurat. Kapal-kapal mereka bersandar di Labuhan Carik, pelabuhan yang sebelumnya pernah disinggahi kapal-kapal Majapahit.

Setelah menerima masukan Patih Rangga Salut, Sunan Prapen kemudian menemui Prabu Rangkesari, ‘raja utama’ di Lombok. “Kalau Raja Lombok sudah masuk Islam, Raja Bayan, Raja Pejanggik, dan Raja Langko akan memeluk Islam,” ujar Jamaludin , peneliti UIN Mataram yang pernah meriset awal mula Islam di Lombok.

Menurut Jamaludin, Sunan Prapen kemudian mengutus orang-orang yang datang bersamanya untuk menyebarkan Islam seluruh penjuru Lombok. Meski Prabu Rangkesari sudah masuk Islam, nyatanya sebagian penduduk tidak serta merta mengikuti raja. Kalau sudah begitu, kata Jamaludin, para utusan Sunan Prapen mengajak penentangnya beradu ilmu. Jika utusan kalah, penduduk tak perlu masuk Islam. “Para utusan itu tak pernah kalah,”tutur Jamaludin.

Setelah mengislamkan Lombok, Sunan Prapen dan pasukannya bergerak ke Sumbawa. Seperti di Lombok, Sunan Prapen mendatangi Raja Sumbawa dan mengajaknya masuk Islam. “Raja Sumbawa kemudian mengundang Raja Bima, Raja Taliwang, dan Raja Pekat,” tutur Jamaludin. Sunan Prapen pun meninggalkan sebagian pengikutnya dari Jawa untuk mengajarkan Islam di wilayah Sumbawa. []

Nuim Hidayat, Penulis Buku “Agar Umat Islam Meraih Kemuliaan.”

Artikel Terkait

Back to top button