HALAL

Kendala Mandatory Sertifikasi Halal

Bandung (SI Online) – Diberlakukannya Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 Jaminan Produk Halal (UU JPH) dimana mulai 17 Oktober 2019 lalu semua produk yang beredar di Indonesia harus (mandatory) bersertifikat halal. Namun dalam pelaksanaannya di lapangan ada beberapa hambatan atau tantangan yang dihadapi.

“Pemeriksaan, pengujian dan penetapan kehalalan suatu produk semakin sulit bagi Badan Pelaksana Jaminan Produk Halal dan juga Lembaga Pelaksana Halal (LPH), auditor halal, penyelia halal, para pengusaha termasuk ulama dalam hal ini MUI,” ungkap Prof. Dr. Slamet Ibrahim, DEA., Apt, saat memberikan Kuliah Halal di GSG Masjid Salman ITB, Bandung, Jumat (7/2/2020).

Lebih lanjut menurut Prof. Slamet yang juga sebagai Ketua Umum Halal Center Salman ITB ini memaparkan beberapa alasannya.

“Pertama sebagian besar baik jenis maupun jumlah bahan baku produk masih impor sehingga agak kesulitan untuk meneliti atau menelusurinya,” imbuhnya.

Kedua, sambungnya, bahan tambahan dan bahan penolong untuk pangan, obat dan kosmetika sangat bervariasi. Selain itu juga semakin banyak dan komplek.

“Ketiga adalah masih adanya kekurangan SDM yang handal dan kompeten baik dalam BPJPH, LPH sendiri maupun para auditor halal juga ulama di MUI,”sambungnya.

Terakhir menurut Prof. Slamet adalah kesadaran dari kalangan pengusaha itu sendiri untuk mendaftarkan produknya guna memperoleh sertifikat halal sehingga memperoleh kepercayaan konsumen.

Namun demikian Prof. Slamet mengajak kepada semua pihak khususnya masyarakat muslim di Indonesia untuk terus mengawal UU JPH tersebut sehingga dapat berlaku secara efektif.

Rep: Suwandi

Artikel Terkait

Back to top button