OASE

Makanan dan Bacaan dalam Perspektif Islam

Hendaklah manusia memperhatikan makanannya. (QS. XXX, ‘Abasa [80]. 24).

Sebagai salah satu Rukun Islam, Shaum Ramadhan merupakan wahana untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Sekaligus bulan untuk menata ulang pola makan dan meningkatkan literasi khususnya membaca Ayat-ayat Suci yang lazim disebut Tadarus Qur’an dilanjutkan Belajar Qur’an secara Kaffah (015.057).

Bahkan tradisi membaca ini berlanjut hingga ke hari akhirat, untuk membaca jurnal amal perbuatan diri sendiri selama hidup di alam fana ini. “Bacalah kitabmu! Cukuplah dirimu sendiri sebagai penghitung atas dirimu pada hari ini”. (QS XV, al-Isra [17]. 14).

Ada satu paradigma yang sudah menjadi hukum dikalangan psikolog yaitu, secara fisik Anda adalah apa yang Anda makan. Secara moral dan mental, Anda adalah apa yang Anda baca. Hukum ini dipegang teguh dan dijalankan oleh bangsa-bangsa Eropa, Amerika dan Israel yang berwatak kolonialism dan imperialism yang notabene beragama Nasrani dan Yahudi yang selalu mengobarkan kebencian dan permusuhan untuk menyingkirkan Islam paska “Perang Salib” dalam berbagai bentuk dan manifestasinya. Yang paling ekstrem dalam bentuk penjajahan yang berlindung dibawah panji misi suci dengan tombak Trisula yakni kolonialisme, misi suci dan orientalisme dengan semangat “tiga G” Gold (penjajahan ekonomi), Gospel (kristenisasi dan westernisasi) dan Glory (penjajahan politik).

Dalam bidang penerbitan buku yang mempergunakan katolog sistem persepuluhan Dewey, Agama Kristen diberi nomor katalog “200”, Agama selain Kristen “290” sedangkan Agama Islam diberi nomor katalog “297”. Apa maknanya? Jika diumpakan seperti alamat (tempat tinggal atau domisili), maka Agama Kristen ditempatkan di jalan protokol, Agama selain Kristen di jalan raya. Sedangkan Islam di tempatkan di gang yang sempit yang sulit dicari orang. Itu antara lain cara mereka untuk “meminggirkan” dan “menyingkirkan” Islam, dilakukan secara sistematis.

Sampai sekarang bangsa-bangsa Eropa dan Amerika, apalagi Zionis Israel menganggap Islam itu bukan seperti agama Yahudi dan Nasrani atau agama kainnya. Ruang geraknya dipersempit, perannya diperkecil, bahkan jejaknya harus dimusnahkan seperti yang terjadi di Bagdad (Irak), Damaskus (Siria), Palestina (Masjid Aqsha), dan Timbuktu di Mali Afrika Barat. Sebagian besar peninggalan sejarah zaman keemasan Islam dimusnahkan (dibombardir) dengan berbagai dalih.

Sedangkan Israel dengan doktrin Zionismenya yang secara khusus menganggap dan memperlakukan manusia selain Israel khususnya bangsa Palestina sebagai Goyim yang harus dimusnahkan dari muka bumi ini juga dengan cara sistematis.

Zionis Israel bersama kroni-kroninya, Eropa dan Amerika berusaha semaksimal mungkin untuk menguasai dan mengendalikan media informasi baik cetak (buku-buku, majalah, tabloid, koran, dsb) maupun media elektronik (televisi, film, radio, perangkat komputer, internet, jejaring sosial, dsb). Karena mereka percaya bahwa semua itu dapat mempengaruhi dan mengubah pola pikir, bahkan dapat mengubah karakter manusia.

Salah seorang perwira Nazi Jerman mengatakan, “Jika kamu terus mengulang-ulang menyiarkan suatu kebohongan, masyarakat lama-lama akan mempercayainya, bahkan kamu sendiri akan ikut mempercayainya”. Seperti halnya peristiwa runtuhnya Gedung Kembar WTC yang ditabrak katanya dengan pesawat terbang dan yang katanya dilakukan oleh kelompok Al-Qaeda dibawah pimpinan Osama bin Ladin, begitu juga Bom Ligitan Bali yang katanya dilakukan oleh kelompok Imam Samudra. Itu semua rekayasa dan provokasi yang pada akhirnya terbukti adalah bohong besar.

Kebencian dan permusuhan kaum Yahudi dan Nasrani terhadap Islam sejak dahulu hingga kini, direkam dalam Qur’an Suci untuk memperingatkan umat Islam jangan sampai lengah, tidak waspada menghadapi provokasi mereka. “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu sebelum kamu mengikuti agama mereka”. (QS I, al-Baqarah [2]. 120).

1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button