NASIONAL

Pertamina Digugat Rp39,5 T, Politisi PKS: Pemerintah Harus Turun Tangan

Jakarta (SI Online) – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, meminta Pemerintah turun tangan menghadapi gugatan Rp39,5 dari Anadarko Petroleum Corporation. Menurutnya, pemerintah harus mencari tahu akar masalah sebenarnya sehingga muncul gugatan dari perusahaan Amerika itu ke Pertamina.

Menurut Mulyanto kasus ini sangat besar dan serius sehingga perlu peran negara untuk membantu menyelesaikannya.

“Pemerintah wajib membantu Pertamina untuk berembug mencarikan solusi terkait soal gugatan dari perusahaan AS, Anadarko Petroleum Corporation terkait perjanjian impor satu juta ton (MTPA) gas per tahun dalam jangka waktu 20 tahun dari Mozambik,” kata Mulyanto usai Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM, Arifin Tasrif, Selasa (19/01/2021).

Bukan hanya itu, Mulyanto juga meminta Pertamina terbuka dan menjelaskan kepada publik soal gugatan tersebut.

“Jangan ditutup-tutupi karena tuntutannya tidak main-main yakni Pertamina harus membayar kerugian sebesar Rp39,5 triliun kepada Anadarko akibat pembatalan jual-beli LNG tersebut pada Februari 2019,” tegasnya.

Terlepas dari siapa yang salah, kata Mulyanto, Pemerintah harus mengupayakan pembatalan gugatan material senilai hampir Rp40 triliun itu. Mulyanto ingatkan Pemerintah bahwa saat ini Negara mengalami kekurangan uang sehingga gugatan itu harus diselesaikan dengan baik.

“Jangan sampai kita harus mengeluarkan kocek sebesar itu untuk sesuatu yang tidak perlu,” tegas Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.

Mulyanto menambahkan, gugatan ini adalah pelajaran penting agar ke depan Pemerintah lebih akurat menyusun perencanaan pertumbuhan kebutuhan energi. Jangan ada lagi salah hitung atau miss match.

“Seperti kasus listrik PLN yang over supply mendekati 60%, namun nyatanya kita masih saja bangun pembangkit dengan utang PLN yang mencapai Rp500 triliun,” jelas Mulyanto.

Perhitungan yang cermat juga perlu dilakukan dalam hal pengadaan LNG. Jangan sampai di saat produksi LNG surplus, sehingga memungkinkan ekspor, Pertamina malah mengimpor gas ini dalam jumlah besar.

“Logikanya tidak pas. Padahal diketahui, bahwa transaksi berjalan perdagangan migas kita terus tekor setiap tahun. Semestinya yang dilakukan bukanlah impor gas tetapi ekspor,” kata dia.

red: a.syakira

Artikel Terkait

Back to top button