OPINI

Pindah Ibu Kota, Jokowi Mengikuti Jejak Pakubowono II

Sejarah selalu berulang. Hanya pelaku, waktu dan seting peristiwanya yang berubah. Termasuk rencana pemindahan ibukota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur.

274 tahun lalu (1745 M) Pakubowono II memindahkan ibukota Kerajaan dari Kartasura ke kota Surakarta. Lebih dikenal sebagai kota Solo.

Alasan pemindahan, Keraton Kartasura sudah rusak dan “tidak suci” lagi. Porak poranda karena diduduki para pemberontak Cina.

Sebagai buntut pembantaian etnis Cina oleh Kompeni Belanda di Batavia (1740), orang-orang Cina di pesisir Utara Jawa melakukan perlawanan.

Sentimen anti Belanda juga menjalar ke Kartasura. Pemberontak Cina menyerbu Keraton Kartasura. Pakubuwono II adalah sekutu Belanda.

Entah kebetulan atau tidak, Jokowi juga berasal dari Solo. Alasan Jokowi, “ Jakarta sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa.”

Selain itu Jokowi juga ingin mendorong pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ke luar Jawa. Sehingga tidak lagi Jawa sentris.

Coba perhatikan! Faktor Cina ternyata kembali berperan. Karena keterbatasan anggaran pemerintah, kemungkinan besar pengusaha Cina lokal dan pemerintah Cina akan ikut berperan sangat besar dalam pembangunan ibukota baru itu.

Jadi kalau mau dicari-cari faktor kesamaan dan bukti bahwa teori pengulangan sejarah berlaku, kata kuncinya ada dua: SOLO dan CINA!

Peran swasta dan asing dominan

Soal urgensi dan ketidaksiapan anggaran inilah yang kini banyak dipersoalkan oleh sejumlah kalangan. Sejumlah ekonom mengingatkan dan mewanti-wanti agar Jokowi mengurungkan niatnya. Termasuk ekonom senior Emil Salim.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button