OPINI

Sertifikasi Pranikah, Pentingkah?

Pejabat baru. Kebijakan baru. Kontroversial baru. Itulah yang sering terjadi ketika baru dilantik menjadi pejabat baru. Demi menunjukkan kinerjanya, dirombaklah berbagai aturan. Dimana seringnya, malah menciptakan pro dan kontra dikalangan masyarakat khususnya dikalangan netizen.

Baru-baru ini wacana yang cukup kontroversial adalah wacana tentang kewajiban memiliki sertifikat pranikah bagi calon pengantin. Berbagai tanggapanpun membanjiri dunia maya. Ada yang ragu dengan kualitas kelas, ada yang optimistis dengan manfaatnya, ada juga yang menunggu penjelasan materi program sebelum memutuskan kelas ini diperlukan atau tidak.

Seperti dilansir dari Vice.com bahwa pro kontra itu terjadi setelah Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendi bergabung dengan Menteri Agama dalam barisan menteri berinisiatif tinggi di 100 hari pertama kerja. Muhadjir mengumumkan akan mencanangkan program sertifikasi perkawinan. Artinya, siapa pun pasangan yang mau menikah wajib punya sertifikat menikah yang didapat dari mengikuti kelas pranikah pemerintah.

“Jadi sebetulnya setiap siapa pun yang memasuki perkawinan mestinya mendapatkan semacam upgrading tentang bagaimana menjadi pasangan berkeluarga. [Kelas ini] untuk memastikan bahwa dia memang sudah cukup menguasai bidang-bidang pengetahuan yang harus dimiliki itu harus diberikan sertifikat,” ujar Muhadjir kepada Kompas. Ia terlihat serius dengan wacana ini ketika menekankan calon pengantin tanpa sertifikat enggak boleh menikah.

Kata Muhadjir, kelas ini gratis. Materi berkisar dari kesehatan alat reproduksi, pencegahan penyakit, hingga tips merawat janin dan anak usia dini. Kebijakan ini bakal dimulai pada 2020 dengan durasi kelas tiga bulan. Dalam menjalankan program ini, Kemenko PMK akan menggandeng Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan untuk menjadi pemateri sesuai bidang masing-masing.

Secara umum, program ini bagus. Namun apakah efektif dapat mencegah terjadinya konflik dalam rumah tangga? Bukankah konflik rumah tangga bukan cuma masalah perceraian, perselingkuhan, kekerasan dan masalah ekonomi? Namun juga masalah besar dalam rumah tangga saat ini adalah tidak berjalannya aturan rumah tangga sesuai syariat. Sehingga keluarga yang seharusnya menjadi perlindungan pertama dan sekolah pertama bagi anak-anak tidak terwujud. Maka harapan untuk mencetak generasi beriman dan berkualitas sangat jauh panggang dari api.

Dengan begitu kompleksnya masalah rumah tangga. Maka tidak akan efektif hanya dicegah dengan program sertifikasi pranikah yang kelasnya hanya dilakukan dalam waktu tiga bulan. Belum lagi tehnik waktu pelaksanaannya seperti apa? Bukankah para calon pengantin juga berkerja atau kuliah. Bagaimana kalau jam kelas sertifikasi ini berbenturan dengan jam kerja atau jam kuliah?

Ilmu itu luas. Tak akan cukup waktu tiga bulan untuk mengupasnya tuntas. Belum lagi masih ada kebiasaan birokrasi yang rumit dan pengurusan berbagai keperluan publik yang berbelit-belit. Ah sudahlah.

Beginilah kalau kita memakai aturan buatan manusia yang akalnya terbatas. Tak akan mampu menyelesaikan masalah dengan tuntas. Akan muncul masalah baru dari tiap solusi yang diterapkan.

Akan berbeda jika aturan Islam yang diterapkan. Dalam Islam, konsep pendidikan adalah dilakukan sejak dini. Karena kewajiban menuntut ilmu adalah mulai dari buaian hingga ke liang lahat. Semua itu sudah mencakup semua hal termasuk masalah pernikahan dan rumah tangga.

Dimana seorang perempuan dipersiapkan dan dididik menjadi ibu dan pengatur rumah tangga. Sedang lelaki dididik menjadi qowwam/pemimpin atas istri dan anaknya. Yang mana ditanamkan atas landasan aqidah dan keimanan. Sehingga umat Islam akan melakukan pernikahan atas landasan iman untuk mencapai ridha Allah. Pastilah akan dikerjakan sesuai aturan-Nya yakni sesuai syariah Islam.

Maka yang penting bagi umat Islam sebagai bekal dalam menjalani bahtera rumah tangga bukanlah sertifikasi pranikah. Namun adalah menerapkan aturan Islam yang komprehensif. Karena Islam adalah solusi untuk semua problematika kehidupan. Bukankah tidak ada aturan lain yang sempurna kecuali aturan Allah?

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS. Al-Maidah:50)

Nusaibah Al Khanza
(Pemerhati Kebijakan Publik)

Back to top button