SUARA PEMBACA

Tak Cukup Ditertibkan, Pinjol Harus Dihapus

Pinjaman online (Pinjol) ilegal kini tengah marak dan menjadi perhatian khusus. Hal Ini dikarnakan teror masif yang diberikan pinjol kepada para peminjam, tak hanya mengancam psikologis namun juga sampai menghilangkan nyawa.

Seperti dikutip dari tribunnews.com, polisi telah menangkap tujuh karyawan pinjol ilegal, mereka diduga bertanggung jawab atas ancaman dan teror yang didapat oleh ibu di Wonogiri hingga mengakhiri hidup. Adapun WPS diduga bunuh diri lantaran tidak kuat diteror karena terlilit utang di 25 pinjol ilegal sekaligus.

Viralnya kejadian ini, Presiden Joko Widodo memerintahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melakukan penghentian sementara penerbitan izin bagi perusahaan pinjaman online legal yang baru (voaindonesia.com). Padahal untuk memberikan solusi maraknya pinjol di tengah masyarakat tak cukup hanya mengatur peredaraannya dengan izin negara. Sebab kemudharatan pinjol yang menjerat seseorang dengan bunga kecil telah membuat sengsara hidup orang tersebut. Meski kemudian OJK dan Kemenkominfo melakukan upaya dengan memblokir situs pinjol ilegal. Nyatanya pinjol ilegal dan legal tumbuh subur bak jamur dimusim hujan.

Bukan hal baru platform fintech berupa pinjol didanai oleh investor asing. Satgas Waspada Investasi (SWI) melaporkan server para pelaku berasal dari beberapa negara seperti China, India dan Singapura. Biasanya para pelaku pinjol ilegal yang ada melakukan tindakan tidak manusiawi. Misalnya memberikan fee dan bunga yang tinggi, hingga melakukan teror intimidasi kepada para peminjam (cnbcindonesia.com).

Pinjol ini kemudian tidak hanya membawa kemudharatan juga merupakan ancaman ekonomi Indonesia. Pasalnya hal ini menjadi cara baru penjajahan ekonomi oleh asing. Bagi asing, Indonesia adalah pasar besar yang memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang sangat baik, terdapat banyak peluang dan pelaku UMKM.

Dikutip dari cnnindonesia.com, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menyebutkan total omzet atau perputaran dana dalam bisnis tekfin (financial technology/fintech) atau pinjaman online (pinjol) tercatat lebih dari Rp260 triliun.

Di tengah ekonomi yang sedang lesu akibat pandemi, pinjol ibarat oasis di tengah gurun. Gempuran iklan pinjol yang masif, persyaratan yang mudah dan dana yang cepat cair menjadikan masyarakat mudah tergiur dengan iming-iming pinjol. Kebutuhan sehari-hari yang terus menuntut dipenuhi serta kehidupan konsumtif diduga menjadi asal muasal ketertarikaan masyarakat untuk meminjam uang ke pinjol ilegal maupun legal.

Padahal tidak sedikit kisah pilu yang diceritakan ke publik akibat jeratan bunga pinjol. Masyarakat seperti abai akan kemudhoratan bunga yang ada dibalik pinjol. Negara pun minim proteksi justru memberikan regulasi peminjaman kepada pinjol legal yang diklaim rendah bunga. Padahal pinjol ilegal maupun legal sama sama riba. Hal ini tak terlepas dari adanya pemahaman sekuler yang diterapkan dalam aturan kehidupan.

Paham sekuler ialah pemisahan agama dari kehidupan, agama hanya sebatas urusan pribadi. Paham ini kemudian menafikan hukum riba di tengah masyarakat. Dalam Islam, bunga atau riba hukumnya haram. Sebagaimana Allah SWT berfirman, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al Baqarah: 275).

Rasulullah Saw bersabda, “Jauhi tujuh hal yang membinasakan! Para Sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah! Apakah itu?’ Beliau bersabda, syirik kepada Allah, sihir membunuh jiwa yang diharamkan Allah tanpa hak, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh berzina pada wanita beriman yang lalai.” (HR Bukhari-Muslim)

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button