NASIONAL

UAH: Ulama Internasional Nyatakan Baha’i Bukan Bagian dari Islam

Jakarta (SI Online) – Ulama muda Ustaz Adi Hidayat atau yang akrab disapa UAH memberikan pandangannya tentang kelompok Baha’i yang saat ini ramai diperbincangkan setelah Menteri Agama mengucapkan selamat kepada kelompok tersebut.

Menurut UAH, paham ini dimulai di Persia atau wilayah Iran saat ini pada awal abad ke-19 atau tahun 1819-1850 Masehi oleh Mirza Ali Muhammad Syairazi.

Saat itu kepercayaan mayoritas penduduk Iran adalah Syiah Itsna Asyariyyah. Namun karena adanya suatu kondisi kegelisahan, masalah sosial hingga ekonomi, warga menginginkan adanya imam.

Kemudian Mirza Ali Muhammad Syairazi mengklaim dirinya adalah solusi yang diperlukan dunia saat itu. Dia juga menyebut dirinya sebagai Al Bab dan seorang Nabi bahkan memiliki kitab sendiri al-Bayan. Namun kondisi ini tidak berlangsung lama hingga Mirza Ali dieksekusi pada 1850 karena dinilai telah menimbulkan kekacauan.

Setelah meninggalnya Mirza Ali, kemudian muncullah seorang Mirza Husain Ali Al Mazarandani yang mengusung konsep yang hampir sama dengan pendahulunya. Mirza Husain juga mengklaim dirinya sebagai Nabi dengan nama Al Baha.

“Dengan metodologi yang sama dia (Mirza Husain) mengklaim sebagai seorang nabi, pengganti (Mirza Ali). Dia juga membawa doktrin baru yang ajaran-ajarannya menghapuskan Al Babiyyah,” jelas UAH dalam channel Youtubenya Adi Hidayat Official.

“Dimulailah konsepsi ajaran Mirza Husain Ali Al Mazandani yang menyebut dirinya dengan Baha. Pemahamannya disebut dengan Bahaiyyah, para pengikutnya disebut dengan nama Baha’i,” tambahnya.

UAH menjelaskan Mirza Husain dalam merumuskan ajarannya mencapuradukkan ajaran-ajaran dari berbagai agama. Dalam praktik ibadahnya, pengikut Bahai disebut memiliki kesamaan dengan ritual Islam, Kristen, Budha hingga hindu.

“Campur aduk ada yang diambil dari Islam misal ada sholat, bagaimana cara sholatnya cukup ditunaikan tiga waktu setiap waktunya, tiga rakat pagi, siang, sore. Kalau kita gabungkan jadi sembilan,”ujarnya.

Menyikapi kelompok Baha’i tersebut, kata UAH, sudah ada fatwa dari para Grand Syeikh Al Azhar bahkan Dewan Fatwa Majelis Iftah di Mesir sejak dahulu.

“Grand Syekh Al Azhar Syekh Muhammad Khudr Husain punya kitab Rasail Ishlah. Setelah beliau meneliti dan mengkaji secara mendalam tentang Baha’i, disimpulkan bahwa ajaran ini sengaja diciptakan untuk merusak Islam,” ungkap UAH.

Fatwa para Ulama bahwa Bahai bukan bagian dari Islam, mereka dianggap kelompok menyimpang bahkan kafir.

“Pada prinsipnya semua ulama-ulama Muslim dunia internasional termasuk di Indonesia memandang bahwa ini bukan bagian dari Islam,” jelas UAH.

Menurutnya kelompok Bahai ini hanya komunitas saja, hanya doktrin yang dikumpulkan menjadi konsepsi lalu menjadi komunitas di sejumlah tempat.

Di Indonesia sendiri, kata UAH, pandangan negara terhadap Baha’i adalah sebagai organisasi bukan sebagai suatu keyakinan atau keagamaan.

UAH menyatakan, mengetahui penjelasan tentang Baha’i adalah hal yang penting bagi Umat Islam sebagai wawasan atau ilmu.

“Secara akidah ini adalah penting bukan landasan buat anarkis. Kita bahas ini untuk sejarah, yang menunjukkan ini bukan Islam bukan bagian Islam. Tapi konsepsinya dipandang oleh negara sebagai komunitas atau organisasi,” katanya.

UAH berpesan, disaat sedang terjadi pandemi seperti sekarang ini sebaiknya kita semua berkonsentrasi dan bersinergi. “Tidak perlu siapapun termasuk pejabat memberikan statemen yang memicu kegaduhan,” tandasnya.

red: adhila

Artikel Terkait

Back to top button