NASIONAL

Waketum MUI Minta Semua Pihak Hormati Putusan Vonis Meiliana

Jakarta (SI Online) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta semua pihak menghormati putusan Pengadilan Negeri Medan yang memvonis Meiliana (44) dengan kurungan penjara selama satu tahun enam bulan. Meiliana divonis bersalah dan dijatuhi hukuman dengan pasal penodaan agama setelah mengeluhkan suara adzan yang dinilai terlalu keras.

“Jika masalahnya hanya sebatas keluhan volume suara azan terlalu keras, saya yakin tidak sampai masuk wilayah penodaan agama, tetapi sangat berbeda jika keluhannya itu dengan menggunakan kalimat dan kata-kata yang sarkastik dan bernada ejekan, maka keluhannya itu bisa dijerat pasal tindak pidana penodaan agama,” ujar Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (24/8).

MUI menyesalkan banyak pihak yang berkomentar tanpa mengetahui duduk perkara yang sebenarnya. Sehingga, Zainut mengatakan, terdapat pernyataan bias yang menimbulkan kegaduhan dan pertentangan di tengah masyarakat. Zainut menyampaikan, kasus yang dialami Meiliana pernah terjadi juga terhadap Rusgiani (44) yang dipenjara 14 bulan karena menghina agama Hindu.

Ibu rumah tangga itu, menyebut canang atau tempat menaruh sesaji dalam upacara keagamaan umat Hindu dengan kata-kata najis. Serta kasus penistaan agama yang dialami Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Jakarta.

Dia mengimbau masyarakat lebih bijaksana dalam menyikapi masalah ini. Masalah isu agama yang dianggap sensitif. Apalagi, lanjut dia, jika pernyataannya yang disampaikan tidak didasarkan pada bukti dan fakta persidangan yang ada. “Jangan membuat pernyataan yang justru dapat memanaskan suasana dengan cara menghasut dan memprovokasi masyarakat untuk melawan putusan pengadilan,” papar Zainut.

MUI berharap masyarakat mengambil hikmah dan pelajaran berharga dari berbagai kasus yang terjadi. Zainut mengatakan, dalam sebuah masyarakat yang majemuk dibutuhkan kesadaran hidup bersama dengan saling menghomati, toleransi dan berempati. “Sehingga tidak timbul gesekan dan konflik di tengah-tengah masyarakat,” imbuhnya.

Seperti diketahui, sesuai dengan dakwaan jaksa, disebutkan, dugaan penistaan agama yang dilakukan Meliana, berawal pada Juli 2016 lalu, sekira pukul 07.00 WIB. Saat itu, Meliana bertemu dengan Kasini, di kedai miliknya, di jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjungbalai Kota, Kecamatan Tanjungbalai Selatan, Kota Tanjungbalai.

Waktu itu, Meliana mengucapkan kalimat bernada menista dengan mengatakan, “Lu lu ya, itu masjid lu emang bising pekak lo, hari-hari bising tak bikin tenang.”

Selain Kasini, ujaran itu pula terdengar oleh saksi, Haris Tua Marpaung dan beberapa saksi lainnya. Sehingga berdasarkan fatwa MUI Sumut No. 001/KF/MUI-SU/I/2017 tgl 24-01-2017, menegaskan, ucapan Meliana atas suara yang berasal dari Masjid Al-Maksum, merupakan perendahan dan penistaan terhadap agama islam.

Akibat perbuatan Meliana tersebut, kemudian memicu aksi pembakaran puluhan Klenteng dan Vihara di Kota Tanjungbalai. Belasan orang pun kemudian ditangkap dan diadili dengan dakwaan penjarahan dan pencurian saat terjadinya aksi.

Namun tidak bagi Meliana, hampir dua tahun wanita itu bebas melenggang tanpa ditahan. Meliana baru bisa ditangkap dan ditahan setelah pergantian tiga Kapolres dan dua Kajari.

red: adhila

Artikel Terkait

Back to top button