SUARA PEMBACA

Wujudkan Cintamu pada Negeri

Cinta memang tak bisa dilepaskan dari kehidupan. Rasa cinta adalah fitrah manusia. Beragam ekspresi cinta yang direalisasikan untuk menunjukkan cintanya. Namun, tak jarang rasa cinta tak ubahnya sekedar slogan manis yang diumbar. Apalah artinya cinta bila tak ada pembuktian untuk merealisasikannya. Bisa dikatakan cintanya hanya pura-pura. Gambaran pura-pura cinta bisa kita saksikan dari wujud cinta penguasa sekarang.

Indonesia sebagai negeri yang merdeka berkat rahmat Allah Swt memiliki kekayaan alam melimpah. Kekayaan alam yang membentang dari sabang hingga merauke, dari daratan hingga berderet pulau menjadi bukti bahwa negeri ini memang Allah persiapkan untuk hambaNya. Begitu kayanya hingga dunia menjulukinya sebagai zamrud khatulistiwa dan paru-paru dunia. Luar biasa.

Namun, kekayaan alam itu terenggut oleh kerakusan korporasi dan kapitalis yang ingin menguasai negeri. Indonesia tak lagi berdikari sebagaimana berkah dan rahmat yang Allah berikan untuk nusantara tercinta ini. Terlebih penguasa semakin tak menunjukkan rasa cintanya pada negeri. Slogan Aku Indonesia, Aku Pancasila hanya menang dalam teori tapi kalah dalam realisasi. Sistem kapitalisme telah membuat kekayaan alam yang dimiliki Indonesia dicaplok oleh segelintir kepentingan. Liberalisasi perdagangan menjadi hal yang harus dilakukan tatkala Indonesia terikat perjanjian perdagangan bebas baik regional maupun inernasional. Kebijakan mengeluarkan Perpres No. 20 Tahun 2018 dinilai menganaktirikan rakyat sendiri. Bagaimana dikatakan cinta bila rakyatnya dipaksa bersaing dengan TKA? Belum lagi kebijakan impor pangan dan komoditi lainnya yang banyak merugikan rakyat. Beginikah wujud cinta kepada negeri bila rakyat harus menjadi tumbal keserakahan penguasa?

Perilaku pejabat korup yang mengkhianati amanah rakyat tentu bukan wujud mencintai negeri. Sebab, perilaku tersebut justru menjerumuskan negara pada kerugian besar. Tumpukan utang yang semakin menggunung menjadikan negeri ini terlilit utang dan riba yang belum tentu mampu dilunasinya. Apakah ini wujud mencintai negeri? Menjual aset negara hingga menggadaikan kepentingan rakyat demi asing. Beginilah bila Indonesia diatur dengan sistem kapitalis – liberal. Bukan malah makmur justru semakin tersungkur.

Cinta kepada negeri tak melulu dengan menyanyikan Indonesia raya di setiap upacara. Cinta kepada negeri tak sekedar umbar slogan tapi kosong pembuktian. Mencintai Indonesia butuh bukti. Membiarkan negeri ini terjajah oleh kapitalisme yang jelas menyengsarakan bukanlah wujud cinta.

Wujud cinta hakiki kepada negeri ini adalah menolak segala bentuk imperialisme dalam sistem kapitalisme. Karena sistem inilah yang menjadi biang kerusakan di Indonesia. Mengkritisi setiap kebijakan yang dzalim bagian dari wujud mencintai negeri. Dengan kritik dan koreksi itu penguasa diharapkan muhasabah dan menyadari kesalahannya.

Sebagai negeri berpenduduk mayoritas muslim, wajar bila Islam menjadi jawaban atas seluruh persoalan. Islam sebagai agama yang paripurna lengkap mengatur kehidupan individu hingga tatanan negara. Islam menjadi solusi alternatif manakala sistem produk pemikiran manusia tak kunjung memberikan jawaban atas problematika umat. Sistem Islam yang berasal dari Dzat pemilik seluruh alam tentu akan memberikan keberkahan dan kemaslahatan bagi umat manusia.

Syariat Islam begitu rupa memberikan penjelasan hukum yang telah Allah tetapkan. Tak pernahkah kita berpikir bahwa segala kerusakan yang terjadi saat ini karena kita menjauh dari aturanNya? Tidakkah kita menginginkan negeri Indonesia tercinta ini menjadi negeri yang diberkahi dari pintu langit dan bumi? Sebagaimana yang termaktub dalam firman Allah Ta’ala berikut: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, akan tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (al-A’râf: 96)

Keberkahan negeri ini hanya didapat ketika syariat Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Penduduknya beriman dan bertaqwa. Pemimpinnya amanah dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Sudah saatnya mengembalikan kedaulatan pengaturan kehidupan kepada aturan Allah Swt bukan kepada manusia yang lemah.

Chusnatul Jannah
(Lingkar Studi Perempuan Peradaban)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button