Berjilbab Menunggu Datangnya Hidayah?
Seringkali kita mendengar teman-teman kita, termasuk juga artis-artis di TV atau bahkan bisa jadi kita sendiri yang saat ini belum menutup aurat sesuai syariat Islam berdalih bahwa semua itu karena hidayah itu belum datang kepadanya mengatakan “belum dapat hidayah aja”. Mereka berpikir bahwa hidayah dapat datang begitu saja. Atau pernyataan lain yang sering kita dengar yaitu lebih baik tidak berjilbab tapi memiliki akhlak yang baik daripada berjilbab namun berperilaku buruk. Perlu diketahui bahwa sanya anggapan ini adalah salah.
Hidayah itu adalah rizqi. Dan untuk memperoleh rizqi itu harus bermodalakan usaha dan kerja keras. Allah Swt berfirman dalam QS Adz-Dzariyat ayat 22-23 :
وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ (22) فَوَرَبِّ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّهُ لَحَقٌّ مِثْلَ مَا أَنَّكُمْ تَنْطِقُونَ (23)
Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan.
Dalam mencari rizki, seseorang rela banting tulang pergi pagi pulang pagi. Nah, bagaimana dengan usaha mereka untuk mendapatkan hidayah dari Allah Swt? Jika hanya diam tanpa usaha atau malah berbuat sesuatu yang dilarang Allah SWT, maka hanya akan membuat diri semakin menjauh dari Allah Swt (Ibrahim bin Fathi Abd Al-Muqtadir, Munazharah Mubhijah baina Muhajjabah wa Mutabarrijah). Karena Allah telah menjelaskan dalam QS Ash-Shaf ayat 5 dan dalam hadis qudsi:
فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ … …
Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka
وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا
Jika seorag hamba-Ku mendekat sejengkal kepadaKu, maka aku akan mendekati sehasta.
Bagaimanapun kita, berakhlaq baik ataupun masih sering berperilaku buruk pun sebagai muslimah menutup aurat hukumnya adalah wajib Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59). Ayat ini menunjukkan wajibnya jilbab bagi seluruh wanita muslimah.
Dalil yang menunjukkan wajibnya jilbab adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ الْحُيَّضَ يَوْمَ الْعِيدَيْنِ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ ، فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَدَعْوَتَهُمْ ، وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ عَنْ مُصَلاَّهُنَّ . قَالَتِ امْرَأَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِحْدَانَا لَيْسَ لَهَا جِلْبَابٌ . قَالَ « لِتُلْبِسْهَا صَاحِبَتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا »
Dari Ummu ‘Athiyyah, ia berkata, “Pada dua hari raya, kami diperintahkan untuk mengeluarkan wanita-wanita haid dan gadis-gadis pingitan untuk menghadiri jamaah kaum muslimin dan doa mereka. Tetapi wanita-wanita haid harus menjauhi tempat shalat mereka. Seorang wanita bertanya:, “Wahai Rasulullah, seorang wanita di antara kami tidak memiliki jilbab (bolehkan dia keluar)?” Beliau menjawab, “Hendaklah kawannya meminjamkan jilbabnya untuk dipakai wanita tersebut.” (HR. Bukhari no. 351 dan Muslim no. 890).
Maka dari itu, dekatkanlah diri kepada Allah. Lakukan apa yang diperintahkan oleh Allah, maka Allah akan memberimu hidayah. Paksakan diri untuk menggunakan jilbab, maka Allah Akan memberimu jalan kemudahan,sehingga pada akhirnya semua mudah dan tidak ada unsur keterpaksaan lagi.
Jangan menunda sebuah niat baik, kita tidak pernah tau kapan ajal menjemput. Apabila kamu mengatakan “Aku akan menggunakan jilbab jika hidayah sudah datang” dan ternyata ajal lebih dahulu datang, dan kamu masih belum melaksanakan perintah Allah dalam menutup aurat dengan menggunakan jilbab. Apa yang bisa kamu lakukan? Allah berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (QS Al-A’raf Ayat 34)
Sedangkan mengenai bagian-bagian mana saja yang perlu ditutupi, berikut adalah pendapat menurut jumhur ulama’ :
Perama, Mazhab Hanafi, dalam salah satu kitab madzhab hanafi bagian tubuh perempuan yang boleh terlihat yaitu wajah dan telapak tangan serta kaki (pergelangan kaki sampai jari jari)
Kedua, Mazhab Maliki, dalam Syarah Shagir yang berjudul Aqrabul Masalik ilaa Malik karya Ad-Dardir dijelaskan bahwa aurat perempuan merdeka terhadap pria yang bukan mahramnya adalah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan. Namun apabila hal tersebut menimbulkan syahwat maka hukumnya wajib ditutup juga.
Ketiga, Mazhab Syafi’i, seorang ulama Syafi’iyyah yang bernama Asy-Syirani mengatakan bahwa aurat wanita merdeka adalah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan (jari sampai pergelangan). (Yusuf Qardhawi, Hadyul Islam Fatawi Mu’ashirah).
Keempat, Mazhab Hambali, aurat wanita adalah seluruh tubuh wanita, ini artinya melihat wajah ataupun kedua telapak tangan tanpa syahwat tetap haram.
Kelima, Mazhab Malik, seluruh tubuh perempuan, termasuk kukunya merupakan aurat. (Abdul Qadir Manshur, Fiqh al-Mar’ah al-Muslimah min al-Kitab wa al-Sunnah).
Nurul Azizah
Mahasiswi UIN Malik Ibrahim Malang