Isu Radikalisme, Senjata Ampuh Serang Islam
Isu radikalisme kembali santer. Isu lama yang kembali dimainkan sepanjang dan pasca pilpres 2019. Isu ini kembali meledak seiring beredarnya foto siswa-siswi MAN Sukabumi yang mengibarkan Bendera Tauhid. Dan yang terbaru kasus Enzo Allie, taruna AKMIL, keturunan Perancis, yang fotonya di medsos membawa Bendera Tauhid dikaitkan dengan ormas tertentu.
Buntut dari kasus Enzo, Badan Intelijen Negara (BIN) melalui juru bicaranya, Wawan Hari Purwanto mengingatkan bahaya radikalisme menyusup melalui kaum muda. Radikalisme menyasar kaum muda usia 17-24 tahun. Alasannya, para pemuda masih energik dan tengah mencari jati diri.
Wawan juga membeberkan ciri-ciri seseorang yang terpapar radikalisme. Mulai dari konsep berpikir dan perubahan tingkah laku. Indikasi pemuda terpapar radikalisme antara lain biasanya riang tiba tiba pendiam kemudian kumpul dengan orang yang tidak semestinya. Orang tua juga tidak tahu, pergi lama pulang ke rumah langsung dekem (berdiam diri) di kamar. Suka marah-marah. Minta uang maksa. (liputan6.com, 10/8/2019).
Radikal dan radikalisme. Dua kata yang kini ditakuti. Padahal keduanya memiliki memiliki perbedaan makna yang sangat mendasar. Secara etimologi, radikal berasal dari kata Latin, radix/radici, yang berarti “akar”. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), radikal berarti mendasar (sampai pada hal yang prinsip); sikap politik amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan); maju dalam berpikir dan bertindak.
Dari sudut bahasa, jelas Islam merupakan ajaran yang radikal. Karena Islam terdiri atas akidah (yang sangat mendasar) dan syariah (sebagai pelaksana dari akidah). Akidah Islam mampu menjawab pertanyaan mendasar manusia tentang kehidupan, yaitu Dari mana kehidupan kita berasal? Untuk apa kita diciptakan (hidup)? Dan kemana setelah kita mati? Di mana jawaban dari pertanyaan mendasar tersebut adalah kehidupan kita berasal dari Allah Ta’ala, kita hidup untuk beribadah kepada Allah Ta’ala, dan setelah kehidupan ini kita akan kembali kepada Allah Ta’ala.
Adapun istilah radikalisme menurut KBBI memiliki arti paham atau aliran yang radikal dalam politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrem dalam aliran politik.
Radikalisme menurut arti bahasa jelas bertolak belakang dengan Islam. Misal, Al-Quran menyebutkan Laa ikraaha fii ad-diin (Tidak ada paksaan dalam memeluk Islam). (QS. 2: 256).
Dari penjelasan tersebut, jelas terlihat perbedaan mendasar antara radikal dan radikalisme. Dapat digarisbawahi bahwa Islam adalah radikal. Namun, tegas menolak radikalisme. Karena radikal sejatinya mengandung makna yang positif dan progresif. Namun, hari ini mengalami deformasi yang negatif dan reaksioner. Berkat framing buruk dan sesat yang dibingkai oleh Barat dan agennya yaitu para penguasa di negeri-negeri Islam. Alhasil umat pun latah terinfeksi Islamofobia.
Sementara radikalisme menjadi senjata ampuh untuk menyerang Islam. Berkat bantuan media mainstream, label radikalisme pun disematkan bagi apa dan siapa saja yang teguh menjalankan dan menerapkan Islam secara kaffah. Maka tak heran label radikalisme lekat disematkan kepada kaum Muslimin yang terlihat berpenampilan secara islami seperti memakai celana cingkrang, cadar, jilbab/kerudung secara syar’i. Umat Islam yang lantang menyuarakan syariah dan Khilafah, serta bangga mengibarkan Bendera Tauhid pun dicap terpapar radikalisme.
Radikalisme sejatinya senjata ampuh untuk menyerang Islam. Strategi Barat untuk melumpuhkan dan menjauhkan ajaran Islam yang mulia di tengah kaum Muslimin. Ketakutan Barat terhadap munculnya kekuatan umat Islam dalam institusi politik bernama Khilafah, membuat Barat berpikir keras menghadang kebangkitannya. Hal ini ditandai dengan pernyataan perang terhadap terorisme pasca tragedi WTC 9/11.
Isu radikalisme marak dihembuskan untuk menyudutkan Islam dan umatnya. Semua ini tidak lain untuk mengamankan hegemoni Kapitalisme atas negeri-negeri Islam. Strategi Barat yang dimainkan Barat untuk mengamankan hegemoninya ini tentunya tidak main-main. Lembaga think-tank Amerika, Rands Corporation, pernah merilis sebuah kajian teknis yang berjudul Civil Democratic Islam, tahun 2003. Secara terbuka, Rands Corporation membagi umat Islam menjadi empat kelompok yaitu Fundamentalis (termasuk radikalis dan ekstremis), Tradisional, Modernis dan Sekularis.
Politik belah bambu yang dimainkan Barat lewat kajian teknis ini terbukti ampuh memecah belah persatuan umat Islam. Membenturkan satu dengan yang lain. Sedangkan di satu sisi memberikan dukungan kepada pihak lainnya. Menimbulkan konflik internal dalam diri umat Islam. Serta merebaknya Islamofobia dalam diri umat Islam.
Jelas radikalisme merupakan senjata ampuh menyerang Islam. Perang terbuka Barat terhadap Islam. Proyek Barat untuk mengamankan hegemoninya atas negeri-negeri Muslim. Serta mengamankan keberlangsungan Kapitalisme yang diembannya. Proyek yang menguntungkan Barat. Sebaliknya merugikan Islam dan umatnya.
Dengan demikian tidak ada sikap lain kecuali melawan skenario radikalisme ini. Umat Islam harus bangkit dan bersatu melawan stigmatisasi negatif terhadap istilah radikal. Tanpa sedikitpun menyurutkan langkah perjuangan dakwah untuk menegakkan dinullah secara kaffah di tengah umat manusia. Semata-mata demi kemenangan Islam dan umatnya. Wallahu’alam bishawwab.
Ummu Naflah
Penulis, Mentor di AMK